Dakwah adalah tindakan mengajak dalam perkara kebaikan dan mencegah pada perbuatan keburukan. Seseorang berdakwah memiliki cara atau metode masing-masing. Metode itulah yang diharapkan agar apa yang didakwahkan bisa sampai kepada mad’u (penerima). Berbagai macam metode yang bisa diaplikasikan dalam berdakwah, namun ada satu hal yang mesti ada dalam setiap tindakan mengajak kebaikan dan mencegah keburukan. Apa itu?, ia adalah berlemah lembut. Karakter inilah yang mesti melekat dalam dakwah, karena tujuan kita adalah bagaimana ajakan itu tersampaikan dan para mad’u dengan ikhlas menerimanya sampai mereka bisa mengamalkan dengan baik.
Dalam kehidupan yang singkat ini, diperlukan rujukan atau referensi sebagai bahan pelajaran. Begitu pula para pelaku dakwah (Da’i) mesti memiliki rujukan agar dakwah-dakwah mereka mudah diterima. Dan rujukan paling terbaik adalah al-Qur’an dan hadits. Pelajaran dalam dua rujukan ini telah dicontohkan oleh manusia termulia, yaitu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Olehnya itu, untuk mempermudah dalam mempelajari berlemah lembut dalam al-Qur’an dan hadits, maka marilah kita jadikan beliau shallallahu’alaihi wa sallam sebagai tauladan atau rujukan hidup kita.
Ada banyak rentetan kisah berlemah lembut yang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ajarkan kepada umatnya yang menjadi kunci pembuka hati serta dapat menghidupkan jiwa. Misalnya, Kisah seorang penduduk Arab pedalaman yang kencing di dalam masjid, atau pemuda yang minta izin kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam untuk berzina, yang tanggapannya bukan hardikan atau celaan.
Mari perhatikan kelemah lembutan dalam sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam yang disampaikan oleh Imran ibn Husai radhiyallahu’anhu bahwa “Beliau adalah sosok penyayang dan lemah lembut.” (HR. Muslim)
Di antara bukti kasih sayang dan lemah lembut beliau diceritakan oleh Abu Mas’ud radhiyallahu’anhu bahwa pernah seorang mendatangi Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan berbicara dengan suara keras kepadanya hingga bergemuruh, maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam mengatakan kepadanya:
“Lembutlah sedikit, aku bukan seorang raja. Aku tidak lain seorang putra dari seorang wanita yang makanannya hanya daging kering.” (HR. Ibnu Majah)
Hadits ini memperlihatkan bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam membalas perlakuan kasar seorang tersebut dengan kelembutan. Beliau juga selalu berpesan kepada para sahabatnya yang diutus untuk suatu urusan agar selalu memudahkan dan tidak mempersulit, sebagaimana beliau pernah mengutus Abu Musa dan Muadz ke Yaman dan menasehatkan:
“Gembirakan dan jangan susahkan, mudahkan dan jangan mempersulit dan saling mentaatilah kalian berdua dan jangan berselisih.” (HR. Bukhari)
Setiap Da’i memiliki tantangan yang berbeda dalam berdakwah, ada yang sulit dan ada pula yang sekali menyampaikan membuat orang-orang yakin terhadap penyampaiannya. Memaksakan pemahaman Da’i kepada mad’u yang masih sulit menerima, justru menjadikan dakwah-dakwah kebaikan dibenci. Hal ini telah dipesankan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, dimana beliau pernah berkata kepada Aisyah radiallahu anha;
“Wahai Aisyah! hendaklah engkau berlemah lembut karena sesungguhnya kelemahlembutan tidak pernah masuk pada sesuatu kecuali ia memperindahnya. Dan tidak pernah kelemahlembutan dicabut dari sesuatu kecuali ia mencorengnya.” (HR. Muslim)
Hadits lain, beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Orang yang tidak memiliki sifat lemah lembut tidak akan mendapatkan kebaikan.” (HR. Muslim)
Tidak ada yang salah dengan syariat yang didakwahkan, namun kadang kala kita mesti bijak dalam menyampaikan. Ada masyarakat yang sensitif dengan intonasi suara yang keras, atau ajakan yang bersifat memaksa, sehingga dampaknya dapat mengurangi kepercayaannya kepada sang Da’i. Apa yang diperbuat dan disampaikan oleh sang Da’i adalah kacamata penilaian mereka terhadap agama. Jika sedari awal dakwah dimulai dengan kesan yang baik dengan penuh kelemahlembutan, maka hasil akhirnya akan melahirkan pesan-pesan yang indah. Kita berdakwah agar kebaikan bisa tersampaikan dan diamalkan, bukan ditinggalkan. Ajaklah kepada kebaikan dengan kelemahlembutan. Allah Ta’ala berfirman dalam surah an-Nahl ayat 125,
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.
Sejatinya berlemah lembut adalah karakter hidup yang mesti dimiliki oleh setiap hamba Allah. Apapun profesi dan posisi kita, tua maupun muda, anak kepada orang tuanya atau sebaliknya, dalam lingkungan masyarakat dan lain sebagainya, perkara berlemah lembut adalah syarat mendatangkan kebaikan.
Kisah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dengan kelemahlembutan:
Anas bin Malik Radialllahu anhu menceritakan bahwa: “saya pernah berjalan bersama Nabi shallallahu alahi wa sallam, sedang beliau mengalungkan di lehernya selembar kain dari Najran, yang bergaris dan kasar pinggirnya lalu ditemui oleh seoarang penduduk Arab pedalaman hingga ia menarik kainnya dengan sangat kasar. Aku melihat pelipis leher beliau memar akibat kerasnya tarikan kain selendang tersebut. Orang tersebut berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam: “Berikanlah kepadaku harta Allah yang ada padamu!” Rasulullah shallallau alaihi wa sallam menoleh kepadanya sambil tersenyum lalu meminta kepada sahabatnya agar ia memberikan kepada orang tersebut apa yang ia minta”. (HR. Bukhari no. 3149 dan Muslim no. 1057)
Seandainya peristiwa seperti ini dialami pada sebagian orang, niscaya mereka akan menganggapnya sebagai pelecehan dan penghinaan kepada dirinya. Bahkan mereka akan melakukan pembelaan diri. Tapi Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak demikian, beliau balas dengan kebijaksanaannya dan kelemahlembutan.
Sungguh ini merupakan rahmat, kasih sayang, dan kelapangan dada yang dapat membuka kunci-kunci hati, yang mampu merangkul ragam karakter.
Penulis : Ust. Zulkarnain M, S.M, M.E
(Ketua Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia PP LIDMI)