MAKASSAR – Berdakwah sejatinya adalah pekerjaan warisan para Nabi yang hanya mampu dipikul oleh mereka yang kuat. Dakwah adalah cinta, kata Anis Matta suatu hari, ia kuat karena cinta itu membekas dihati para pendakwah. Katanya, jika mereka tidak memiliki cinta maka boleh jadi esok atau lusa ia akan mundur secara teratur di atas jalan dakwah ini. Sebuah profesi yang dilakoni oleh setiap insan adalah sebuah pilihan. Mereka memilihnya itu boleh jadi karena sejak awal ia memang mencintai pekerjaan tersebut. Tidak terkecuali dengan sosok yang satu ini.
Syukri Mawardi namanya, pria yang sekarang genap berusia 26 tahun ini memang sejak dulu bercita-cita menjadi seorang dokter medis yang profesional. Bahkan untuk mewujudkan impiannya itu ia harus rela membayar mahal dengan cara kuliah di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Fakultas Kedokteran. Kini, cita-citanya telah tercapai. Ia telah diangkat menjadi pegawai Rumas Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Jeneponto.
“Memang sejak kecil saya bercita-cita untuk menjadi seorang dokter medis. Dan Alhamdulillah sekarang saya sudah diangkat menjadi pegawai di RSUD Jeneponto,” ungkapnya saat diwawancarai melalui via aplikasi WhatssApp, Sabtu (2/11).
Dokter yang juga menjabat sebagai Koordinator Kajian Strategis (KASTRA) Pimpinan Pusat Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia (LIDMI) ini mengungkapkan bahwa menjadi seorang dokter bukanlah pekerjaan mudah. Sebagian dari kita mungkin berpendapat bahwa dengan menjadi dokter pasti kita akan punya banyak kesempatan untuk hidup mapan padahal ternyata tidak seperti itu. Ketika ditanya soal suka duka menjadi dokter, kepada lingkardakwah.com ia mengatakan bahwa banyak suka dukanya menjadi dokter apalagi bagi mereka yang telah berkeluarga.
“Suka duka menjadi dokter pasti ada. Paling suka kalau pasiennya membaik terus bisa tersenyum lagi. Dukanya ya karena biasa harus tiba-tiba meninggalkan keluarga untuk tugas dan kepentingan pasien. Kadang jadwal taklim berantakan, jadwal tarbiyah juga jadi tidak teratur. Kadang paling menyedihkan kalau kita harus jaga pasien yang bukan keluarga kita di UGD, sementara keluarga sendiri di rumah juga sedang sakit,” paparnya panjang lebar.
Sehari yang lalu tepatnya pada hari Jumat (1/12) beliau baru saja tiba di bandara Sultan Hasanuddin pasca kepulangannya dari Bangladesh, menjadi relawan Indonesia untuk Rohingya. Ia tergabung dalam tim medis Indonesia Humanitarian Alliance (IHA), sebuah lembaga kemanusiaan Indonesia yang menaungi semua lembaga kemanusiaan yang ada di Indonesia atas usulan menteri luar negeri Indonesia. Beliau bersyukur karena telah diberi kesempatan untuk berdakwah sekaligus menjadi salah satu dokter yang akan merawat saudara seimannya, Rohingya.
“Saya mendapat amanah diutus ke Bangladesh setelah kurang lebih 10 hari setelah menikah. Alhamdulillah, karena support istri dan keluarga saya bisa berangkat. Istri memang memegang bagian penting dalam keterlibatan kita dalam kerja-kerja kebaikan. supportnya akan sangat membantu kita dalam ketaatan kepada Allah,” jelasnya.
Di Bangladesh, beliau merasakan ketakjubannya kepada para pengungsi rohingya. Ia mengatakan bahwa Rohingya adalah cerminan kaum muhajirin yang taat beragama dan selalu mengedepankan keimanan di seluruh aspek kehidupannya.
“Para wanita ketika hendak saya periksa menolak untuk di sentuh dan membuka hijabnya. Wanita-wanita ini begitu menjaga izzahnya. Para lelaki juga tidak terlepas dari sholat jamaah di Masjid”, Ungkapnya.
Walau berprofesi sebagai seorang dokter, namun dr. Syukri tidak lupa dengan tugas utamanya sebagai seorang muslim, berdakwah. Sejak tahun 2009 silam, beliau telah mantab dengan aktivitasnya sebagai seorang dai di kampus UMI. Menjabat sebagai ketua umum Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Ashabul Kahfi UMI periode 2011-2012, dr. Syukri menghabiskan waktunya dengan berdakwah dan kuliah. Pria kelahiran Ujung pandang 25 Maret 1991 ini tetap berdakwah hingga saat ini meski sibuk dengan pekerjaannya. Terakhir, beliau berpesan agar para aktivis dakwah tetap bersabar dalam berdakwah dan tetap istiqomah dalam menapakinya.
“Pesan saya kepada semua aktivis dakwah yang ada di kampus-kampus, dimana saja, Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat, berdakwalah karena Islamlah yang memuliakanmu,” terangnya sesaat sebelum selesai diwawancarai. (ztd)




