Kita semua memahami sunnah-sunnah Idul Fitri; ada sunnah sebelum berangkat, ada sunnah saat di perjalanan dan ada pula sunnah setelah selesai.
Sunnah sebelum berangkat atau ketika masih berada di rumah seperti mandi sunnah, memakai pakaian yang terbaik, makan sebelum berangkat, memperbanyak takbir sejak di rumah. Sunnah dalam perjalanan seperti memperbanyak takbir, berangkat dengan berjalan kaki.
Adapun sunnah setelah Idul Fitri seperti melewati jalan yang berbeda saat pergi dan pulang, saling mengucapkan tahnia, ucapan selamat hari raya seperti “taqobbalallahu minna wa minkum”. Setelah pun banyak digunakan orang untuk saling bersilaturahmi satu sama lain.
Sunnah-sunnah Idul Fitri tersebut sudah standar kita ketahui bersama. Namun demikian, dalam hemat penulis, bagi aktivis dakwah kampus, sebaiknya tidak hanya mencukupkan diri dengan sunnah-sunnah tersebut. Dalam tulisan ini, penulis hendak memberikan arahan sebagai nilai strategis dakwah kampus kaitannya dengan Idul Fitri.
Sebagaimana seorang aktivis dakwah kampus yang selalu memegang prinsip “Saya adalah dai dalam segala kondisi”, maka momen Idul Fitri semacam ini juga seyogyanya dimanfaatkan sebagai momentum dakwah kampus.
Bagi aktivis dakwah kampus, sebelum berangkat sholat Idul Fitri, atau lebih tepatnya di akhir-akhir ramadhan merupakan momen yang sangat baik digunakan untuk mengirimkan parcel kepada para dosen Pembina, Majelis Syuro Organisasi, dan para pimpinan lembaga kemahasiswaan. Hal ini sebagai syiar dakwah, sarana pengikat hati, dan bukti eksistensi lembaga.
Pasca Idul Fitri, selain mengucapkan tahnia kepada keluarga dan teman-teman, hendaknya pengurus aktivis dakwah kampus juga mengikimkan ucapan tahnia seperti,
“Taqpobbalalalu minna wa minkum, selama hari raya idul Fitri , mohon maaf lahir dan batin. (LDK…)”.
Selain untuk menjalankan sunnah dan memohon maaf atas segala kehilafan kita atas nama pribadi dan lembaga, juga sebagai syiar dakwah dan bukti eksistensi lembaga. Ucapan tahnia tersebut, ditujukan kepada para birokrasi kampus; rektor dan jajarannya, dekan dan jajarannya, ketua jurusan/prodi dan jajarannya, serta BEM-Maperwa dan jajarannya.
Demikian pula kepada para dosen Pembina dan kakanda Majelis Syuro Organisasi. Tak kalah penting pula kepada para kader lama, apalagi kader baru. ini merupakan saran pengikat hati mereka sehingga merasa terperhatikan oleh jama’ah dan pengurus.
Nilai strategis lain pasca Idul Fitri adalah silturrahim. Silaturrahim pasca Idul Fitri bagi aktivis dakwah kampus, adalah momen konsolidasi dan ekspansi dakwah.
Pertama, konsolidasi internal dengan saling mengunjungi rumah sesama pengurus satu sama lain. Insya Allah ini dapat lebih mempererat ukhuwah dan diharapkan dapat semakin mengakrabkan keluarga ikhwah (tuan rumah) dengan sunnah. Terlebih dengan pengurus yang masih mendapatkan resistensi dakwah dari keluarganya.
Boleh jadi, kunjungan kita ke rumahnya dapat membuka hati keluarga beliau; menerima dakwah, memahami sunnah, dan merasa tenang karena anaknya tak sendirian dalam keterasingannya.
Konsolidasi internal juga dimaksudkan untuk mempererat lagi ukhuwah dengan pegurus atau kader yang sudah mulai menjauh dari jama`ah dengan mendatangi rumah meraka. Boleh jadi meraka akan kembali erat dengan jam`ah pasca dikunjungi.
Kedua, konsolidasi eksternal atau ekpansi dakwah. Silaturrahim ini ditujukan di rumah para kader baru atau calon kader. Semoga dengan kunjungan dalam momen seperti ini dapat semakin membuka hatinya dengan dakwah. Yang awalnya masih menetang jadi menerima, yang awalnya hanya sedikit percaya, jadi banyak percaya, yang awalnya kurang yakin ,menjadi yakin, semoga.
Setelah konsolidasi door to door, maka nilai strategis lain momen Idul Fitri bagi aktivis dakwah kampus adalah dengan mengadakan silaturrahim akbar. Silaturrahim ini mengundang Pembina, MSO, seluruh kader lama, kader baru, calon kader, maupun para simpatisan dakwah. Silaturrahim door to door yang sebelumnya telah dilakukan, dapat dijadikan juga sebagai momen untuk mengundang para tuan rumah untuk hadir dalam silaturrahim akbar tersebut.
Acara silaturrahim akbar ini dapat dijadikan sarana berbagi taushiah pasca ramadhan, sarana ta`arruf satu sama lain, sarana membentuk Ikatan Alumni (IKA), maupun sarana untuk mendapatkan donatur tetap lembaga.
Idul fitri sebagai nilai strategis dakwah, tidak hanya untuk dimanfaatkan oleh pengurus Lembaga Dakwah Kampus (LDK), namun berlaku pula untuk para pengurus Forum Daerah (FORDA) Islam semacam FUPMIS (Soppeng), FUAS (Bone), FUMIWA (Wajo), dll; Mengirim parcel dan tahnia, silaturrahim internal dan ekstenal, maupun silaturrahim akbar para kader Forum Daerah. Bahkan boleh jadi nilai strategis ini lebih mengena untuk Forda Islam tersebut karena Idul fitri merupakan momen pulang kampung.
Terkadang kita diperhadapkan pada kondisi darurat, semisal singkatnya waktu libur sehingga tak dapat menerapkan seluruh agenda silaturrahim di atas (hanya dapat melakukan beberapa agenda saja). Kita terkadang harus menghadapi kondisi harus memilih-milih agenda manakah yang dapat dikerjakan.
Berdasar pada sudut pandang kaderisasi, penulis menyarankan untuk lebih mendahulukan silaturrahim kepada para pengurus yang sudah mulai menjauh dari jamaah dan kader-kader baru. Mumpung ada momen untuk mengunjungi mereka, maka manfaatkan sebaik mungkin. Kepada para pengurus lain, kita tsiqoh, tanpa kita kunjungi pun, insyaAllah meraka bisa tetap istiqomah. Namun kapada para kader baru atau kader lama yang sudah mulai jauh dari jama`ah, bila mereka tak dikunjungi, boleh jadi meraka semakin jauh dari jama`ah dan belum tentu kita mendapatkan momen yang sebaik saat ini. Wallahu a`lam.
Penulis: Andi Muhammad Akhyar, S.Pd.,M.Sc. (Ketua Umum PP LIDMI Periode 1437-1439 H/ 2015-2017 M)
Sabtu, 10 Juli 2016
Pukul 23.27 Wita
@Rumah inspiratif, BDP F25, Makassar