“Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari masjidil haram ke masjidil aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami….” (QS. Al Isra: 1).
Ibnu katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa peristiwa Isra` dan Mi`raj Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wasallam terjadi pada malam hari. Dalam peristiwa Isra`,beliau diperjalankan oleh Allah dari mesjidil haram di Mekah ke mesjdil aqsa di Palestina dengan menggunakan buraq yang dibawa oleh malaikat Jibril. Sebagaimana hadits Anas bin Malik bahwa buraq merupakan seekor tunggangan putih, lebih tinggi dari keledai dan lebih rendah dari baghal (anak hasil persilangan antara kuda jantang dan keledai betina). Buraq ini berjalan di permukaan bumi dengan sangat cepat, karena langkahnya sangat panjang. Seperti yang disifatkan oleh Rasulullah bahwa ia mampu meletakkan telapak kakinya jauh di depan, yakni di ujung pandangan matanya.
Mahdi Rizqullah Ahmad menuliskan dalam Biografi Rasulullah bahwa setelah Isra`, Rasulullah dimi`rajkan (dinaikkan/diangkat) dari masjidi al-Aqsa ke sideratul muntaha, Beliau naik bersama Jibril. Dalam hadits, dengan jelas Rasulullah sebutkan bahwa beliau berangkat dari masjidil haram ke masjdil aqso dengan buraq, namun beliau tak menegaskan bahwa naiknya ke sideratul muntaha juga dengan buraq. Dalam menceritakan perjalanan beliau, beberapa riwayat menggunakan kata kerja pasif `urija (dinaikkan atau dibawa naik). Ibnu Katsir dalam al-Bidayah Wannihaya menyebutkan bahwa Rasulullah dinaikkan ke langit dengan menggunkan alat berupa tangga.
Fisika Klasik – Teori Relativitas Khusus
Isra` Mi`raj merupakan perjalanan spiritual Rasulullah sallallahu `alaihi wasallam dari satu tempat menuju pada tempat yang lain. Berarti isra mi`raj dalam sudut pandang fisika menggunakan dimensi ruang. Isra Mi`raj pun terjadi di malam hari, bararti dalam fisika Isra` Mi`raj juga menggunakan dimensi waktu. Kita bisa memahami Isra Mi`raj dalam struktur ruang dan wakti.
Berapakah kelajuan Rasulullah ketika melakukan Isra` Mi`raj tersebut? Yang pasti, kelajuan beliau saat itu, bukan kelajuan biasa. Untuk menempuh perjalanan dari masjidil haram di mekah ke masjdil aqsa di Palestina, butuh dua bulan perjalanan. Namun Rasulullah saat itu berisara` dan mi`raj hanya dalam waktu satu malam saja. Ibnu katsir menuliskan dalma tafsirnya bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam berangkat meninggalkan Mekah setelah sholat Isya dan kembali lagi ke Mekah menjelang subuh. Jika dilakukan pendekatan logis untuk mempermudah perhitungan bahwa Rasulullah berangkat jam delapan malam dan kembali jam empat subuh, Artinya, beliau melakukan perjalanan pergi-pulang (PP) selama delapan jam. Empat jam berangkat dan 4 jam pulang.
Bagiaman cara mengetahui kelajuan gerak Rasulullah saat itu? Bagaimana cara mengetahui jarak tepuhnya? Karena tidak ada dalil yang menjelaskan tentang hal tersebut, maka kita hanya bisa mencari tau melalui pendekata-pendekatan fisika dari beberapa informasi yang terkait. Karena dalam peristiwa Isra` mi`raj ini beliau ditemani oleh malaikat Jibril, kita bisa mentadabburi surah al-Ma`arij ayat tiga dan empat. “Dari Allah yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikat-malaikat dan Jibril naik kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun”. Jika kita melihat tafsir Ibnu Katsir, makna lima puluh ribu tahun itu adalah perbandingan lamanya waktu di dunia dan di akhirat. Sehari di akhirat, setara dengan lima puluh ribu tahun menurut perhitungan manusaiwi kita. Namun jika jika tadabburi ayat ini dalam sudut padang fisika, bahwa jibril naik ke langit yang dalam waktu satu hari, yang menurut perhitungan kita selama lima puluh ribu tahun. Lima puluh ribu tahun setara dengan 18.250.000 (delapan belas juta dua ratus lima puluh ribu) hari. Artinya, kelajuan malaikat adalaah 18.250.000 kali kelajuan kita.
Ayat ini turun di zaman Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam yang saat itu, kendaraan yang paling sering digunakan masyarakat arab adalah unta. Menurut Wikipedia, bahwa kelajuan gerak unta ketika berlari adalah 65 km/jam. Jika kelajuan kita didefenisikan sebagai kelajuan unta untuk ukuran empat jam, maka kelajuan unta adalah 260 km per empat jam. Oleh karena itu, kelajuan malaikat adalah 18.250.000 kali lebih cepat dari kecepatan berlarinya unta, yaitu 4,745 miliar kilometer perempat jam. Kecepatan ini hampir setara dengan kecepatan cahaya. Ini wajar, karena malaikat memang terbuat dari cahaya. Artinya, selama empat jam perjalanan rasulullah dari masjidi haram dan tiba di sideratul muntaha, beliau menempuh jarak sekitar 4, 745 miliar kilometer. Ini hampir sama dengan jarak matahari ke planet Neptunus.
Analisa tersebut memiliki tiga kelemahan menurt Agus Purwanto dalam Ayat-ayat Semesta. Pertama, pendeatan fisika tersebut ternyata hanya mampu mencapai jarak terjauh di Neptunus. Jadi, jangankan mencapai bintang terdekat, alfacentur, yang memerlukan waktu 4,4 tahun jika dicapai dengan kcepatan cahaya, keluar sistem tatasurya kita pun belum. Logiskah dialog Allah dan Nabi Muhammad terjadi di planet Neptunus?
Kedua, kelajuan yang sudah mendekati kelajuan cahaya, maka fisika klasik tak berlaku lagi. Kita akan menggunakan teori relativitas khususnya Einstein. Namun dalam teori tersebut, hanya materi yang tak bermassa saja yang bisa bergerak dengan laju cahaya. Materi tersebut adalah foton atau cahaya yang tak lain adalah gelombang elektromagnetik. Untuk malaikat, memang sudah wajar bergerak dengan kecepatan cahaya karena malaikat memang terbuat dari cahaya. Namun bagaimana denagn nabi Muhammad? Mahdi Rizqullah Ahmad dalam Biografi Rasulullah menyebutkan bahwa riwayat yang lebih kuat bahwa Rasulullah melakukan Isra` Mi`raj secara sadar dengan jasad dan ruhnya, bukan cuma ruh atau lewat mimpi. Andai saja cuma lewat mimpi, maka tentu kaum musyrikin tak perlu mengingkari dan sebagian kaum muslimin saaat itu tidak perlu murtad. Ibnu Hajar dalam Kitab al-Mab`ats juga menguatkan bahwa peristiwa isra mi`raj terjadi dalam satu malam, dialami Rasulullah dalam keadaan sadar dengan seluruh jiwa dan raganya. Pendapat ini yang diyakini sebagian besar ulam hadis, fiqh, dan tauhid (akidah). Bahkan hadis-hadis shohih yang menerangkan dan menguatkan hadits ini sangat banyak.
Ketiga, andai nabi bergerak dengan laju cahaya, tubuh beliau akan ‘meledak’ sesuai hasil relativitas khusus. Dari hasil formulasi m, m0, v, dan c yang masing masing adalah massa benda bergerak, massa benda diam, kelajuan gerak benda, dan kelajuan cahaya, terdapat pertubuhan biologis dan psikologis selama perjalanan dengan kecepatan tinggi tersebut. Dengan demikian, sampai di sini, baik fisika klasik maupun teori relativitas khusus belum mampu menjelaskan peristiwa Isra` Mi`raj.
Teori Relativitas Umum
Selanjutnya, mari kita coba kaji Isra` Mi`raj melalui teori relativitas umum Eisnstein: ruang-waktu melengkung. Einstein memang mendapat nobel karena penelitiannya mengenai efek foto listrik, fondasi dalam fisika kuantum. Beliau jadi sangat terkenal karena mampu mengubah paradigma lama dalam fisika klasik melalui teori relaitivitas khususnya, cikal bakal lahirnya bom atom dalam perang dunia kedua. Namun, Einstein menjadi raksasa sains karena teori relativitas umum, teori geometri bagi gravitasi yang menyatakan bahwa tarik menarik antar materi di alam semesta terjadi akibat kelengkungan ruang-waktu. Selama ini kita hidup dalam ruang yang kita anggap datar, padahal ruang-waktu itu melengkung sehingga tarik menarik antra objek dapat terjadi. Menurut Einstein, ruang-waktu itu melegkung!
Yang pernah belajar mengenai kosmologi tentu mengetahui bahwa galaksi-galaksi menjauh, yang berarti jagat raya sekarang sedang mengembang. Secara teoritis, jagad raya mengembang dapat digambarkan, salah satunya, menurut model jagad raya tertutup (closed). Kita hidup dalam ruang-waktu empat dimensi: tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu. Oleh karena itu, kita dapat gambaran yang paling tinggi dua dimensi yang diilustrasikan oleh permukaan balon. Jagad raya tertutup dua dimensi diilustrasikan dengan permukaan balon yang ditempeli potongan-potongan kertas. Permukaan balon merupakan jagad raya secara keseluruhan, tempelan kertas menyatakan ruang antar galaksi.
Ketika balon ditiup, maka jagat raya akan mengembang dan galaksi-galaksi pun akan saling menjauh. Pada permukaan kertas sendiri, ada ruang-ruang kosong yang menyatakan ruang antar bintang di dalam satu galaksi. Agus purwato dalam Ayat-ayat Semesta mengilustrasikan bahwa kepergian Rasulullah ke langit, tidak lain merupakan perjalanan melintasi permukaan balon dan kembali lagi ke bumi walaupun tanpa memutar haluan. Masalahnya, meskipun bergerak degan laju maksimum, yakni laju cahaya, tetap diperlukan jutaan tahun untuk sampai ke bumi. Selain itu, perjalanan naik juga hanya akan menemui ruang kosong, galaksi, ruang kosong, galaksi, ruang kosong, dan seterusnya sampai kembali ke bumi lagi setelah miliaran tahun tanpa mencapai ruang spiritual sideratul muntaha. Dengan demikian, penjelasan semirelativitas khusus untuk kecepatan gerak nabi dan relativitas umum untuk ruang lengkung jagad raya, tetap tidak dapat menjelaskan perjalanan Isra` Mi`raj.
Dimensi Lain
Alternatifnya menurut Agus Purwanto adalah Mi`raj dipandang keluar dari dimensi ruang kita. Dalam model jagad raya dua dimensi tertutup, permukaan balon merupakan gambaran jagad raya kita sesungguhnya yang empat dimensi. Dalam jagad raya dua dimensi ini, kita tau bahwa masih terdapat ruang ekstra di luar ruang jagad raya. Ruang ekstra tersebut berada di dalam dan di luar permukaan balon. Jika ruang antar bintang dan antar galaksi dipandang sebagai langit-langit material, maka langit imaterial adalah langit yang berada di luar ruang material. Jika hukum ruang dan waktu (4 dimensi) kita hanya berlaku di dalam ruang material kita, berarti hukum ruang dan waktu kita tak berlaku di ruang ekstra. Dengan demikian, kemampuan Rasulullah berisra` dan Mi`raj dengan kelajuan yang tinggi dan waktu singkat, tak dapat dijelaskan secara eksakt dan tuntas karena terjadi di dimensi yang lebih tinggi dari dimensi kita.
Sebagai ilustrasi sederhana, jika sebuah makhluk yag hidup di ruang dimensi dua (2D) dalam sebuah kotak persegi misalnya. Ia tentu butuh waktu untuk bergerak dari satu sisi persegi menuju pada sisi yang lain. Namun kita (manusia) yang berada dalam ruang dimensi tiga (3D) tatkala mau memindahkan makhluk kecil itu dari satu sisi ke sisi persegi yang lain adalah perkara mudah. Cukup kita ambil makhluk kecil itu, lalu kita baw ke dimensi kita, maka dengan mudah, kecepatan yang tinggi (dibandingkan kecepatannya di dimensi dua), dan waktu yang singkat, ia bisa berpindah ke sisi yang lain, bahkan yang lebih jauh dari sisi tersebut. Mungkin seperti itulah analaogi Isra Mi`raj antara nabi Muhammad sebagai seorang manusia yang berada di ruag-waktu 4 dimensi dan Allah yang berada di dimensi yang lebih tinggi dari dimensi kita.
Kita telah mengkaji Isra’ Mi`raj dari sudut pandang fisika klasik, teori relativitas khusus, dan teori relativitas umum namun belum mampu menjelaskan mengenai Isra` Mi`raj dengan tuntas. Kita hanya mampu menyimpulkan bahwa Isra`Mi`raj terjadi di dimensi lain namun tidak bisa mendetailkan prosesi fisika yang terjadi di dalamnya. Apakah Isra` Mi`raj tidak ilmiah? Bukan Isra` Mi`raj yang tidak ilmiah, namun ilmu kita lah yang belum cukup untuk memahami ilmunya Allah. Hal ini seharusnya menjadikan kita semakin sadar bahwa kita hanya manusia biasa yang penuh dengan keterbatasan. Ilmu manusia terbatas sedangkan ilmu Allah tak terbatas. Bagaimana mungkin ilmu kita yang terbatas ini mampu menyingkap seluruh ilmu Allah yang tak terbatas? Benarlah perumpamaan yang ahli hikmah sering berikan. Jika engkau ingin membandingkan ilmumu dan ilmunya Allah, maka pergilah ke tepi lautan lalu celupkan telunjukmu di sana. Ketika engkau mengangkat telunjukmu, tetesan air dari telunjukmu itulah ilmumu sedangkan lautan yang luas adalah ilmuya Allah. Maha benar Allah dengan segala firmanya-Nya, “…Apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” maka jadilah ia” (QS. Yasin: 82).
Penulis Oleh Andi Muh. Akhyar, S.PD., M.SC.
*) Alumnus Program Pascasarjana Ilmu Fisika UGM dan Ketua Pengurus Pusat Lingkar dakwah Mahasiswa Indonesia (LIDMI)
**)Diterbitkan di Koran Amanah Edisi Kamis, 20 Apri 2017 dan Sabtu, 22 April 2017