Ada dua kekuatan besar di dunia ini, yang senantiasa akan berseteru hingga hari kiamat. Perseteruan itu melibatkan dua buah kutub, yakni kutub positif dan kutub negatif. Kutub positif sebagai Perwajahan dari alhaq (kebenaran) dan kutub negatif perwajahan albathil (kebathilan). Muatan kutub posif (alhaq) adalah orang – orang yang telah mendapatkan hidayah dan taufiq dari sang khalik, mengetahui tujuan pencipotaannya di dunia, segala tindak- tanduknya dibangun di atas ilmu, mereka memahami kefanaan dunia dan keabadian negeri akhirat. Adapun muatan negatif (albathil), adalah orang- orang yang telah disesatkan oleh Allah Azzawajall, mereka yang senantiasa memperturutkan hawa nafsu dan syawatnya, mereka yang terbuai oleh kehidupan dunia yang sehelai sayap nyamuk pun lebih baik dari itu semua, mereka yag senantiasa terjerembab kedalam perangkap syaitan dan bala tentaranya.
Kehidupan di akhir zaman ini, kebathilan kian merajalela dengan beraneka ragam jenis dan bentuknya. Tidak pelak, hakikat kebenaran mulai samar- samar bahkan hilang disebabkan kabut asab kebathilan. Akhirnya yang terjadi, yang benar disalahkan, dan sebaliknya yang salah dibenarkan. Fenomena- fenomena yang terjadi di masyarakat hari ini sugguh sangat menyedihkan. Sunnah ditinggalkan, bid’ah diagungkan, lebih senang menyanyi daripada mengaji, zina didahulukan sebelum walimahan, majelis ilmu sepi, konser musik ramai, kebanyakannya kufur, sedikit yang bersyukur, dan banyak lagi yang lain.
Bagaimana gambaran perserteruan dua kutub tersebut, akan digambarkan dalam lanjutan tulisan di bawah ini. Selamat membaca…..
Sunnah versus Bid’ah
Pembahasan terkait perkara Sunnah dan Bid’ah tentu adalah pembahsan luas ditinjau dari berbagai sudut pandang dan pengkalifikasiannya. Pada point ini, penulis lebih menyosot pada konsekuensi ketika mengikuti kedua hal tersebut. Secara umum jika dipandang dari sudut etimologi atau bahasa, Sunnah berarti metode atau jalan. Hal ini dapat disimpulkan dari hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallamyang berbunyi,
“Barang siapa yang mencontohkan jalan yang baik di dalam Islam, maka ia akan mendapat pahala dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa yang mencontohkan jalan yang jelek, maka ia akan mendapat dosa dan dosa orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim: 2398)
Hadits di atas bermuara dari datangnya suku Mudhar ke kota Madinah dalam keadaan miskin. Kondisi mereka membuat hati Rasulullah terenyuh. Selepas itu, Rasulullah pun berkhutbah. Mendengar khutbah tersebut, seorang sahabat serta merta menyedekahkan hartanya, pakaiannya, gandum, dan kurma. Lantas akhirnya sahabat yang lain berbondong-bondong turut menyedekahkan apa yang mereka punya, mengikuti sahabat yang bersedekah kali pertama. Maka Rasulullah pun menyebutkan hadis di atas. Dari penjelasan ini dapat kita tarik benang merah bahwa menurut bahasa sunnah berarti metode atau jalan, yang mencakup makna konotasi positif maupun negatif. Makna lain dari sunnah secara bahasa adalah kebiasaan, syariat, contoh terdahulu, dan adat. Adapun jika dilihat dari sudut terminologi atau secara istilah, maka makna sunnah sangat beragam tergantung konteks kata sunnah itu sendiri dan dari berbagai sudat pandang baik dari sudut pandang alhi fiqih, ahli hadits, ushul fiqih, muapun dari segi aqidah. Secara umum Sunnah Rasulullah adalah segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam baik berupa perkataan, perbuatan, maupun penetpan beliau. namun pada intinya, sunnah adalah perkara yang mulia, dan yang mengikutinya dan istiqomah diatasnya akan menjadi mulia pula.
Keutamaan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam Allah gambarkan di dalam surah QS al-Ahzaab ayat 21, Allah Azzawajall berfirman
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzaab:21).
Ini menunjukkan bahwa orang yang meneladani sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti dia telah menempuh ash-shirathal mustaqim (jalan yang lurus) yang akan membawanya mendapatkan kemuliaan dan rahmat AllahTa’ala
Di dalam hadits al-Irbadh bin Saariyah. Di dalamnya disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda, “Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang diberi nanti, akan melihat banyak perselisihan. Maka hendaklah kalian berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah Khulafa Rasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah ia erat-erat dan gigitlah dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Dawud: 4607)
Sebuah kutamaan yang besar ketika kita berpengang teguh di atas sunnah Rasulullah Shallahu’alaihi wasallam di zaman keterasingan seperti saat ini. Ketika kebanyakan orang meninggalkan Sunnah, bahkan tidak jarang ada diantara kelompok manusia yang bahkan mencela dan menghina sunnah yang mulia. Mereka mengatakan berjenggot mirip kamping, celana jingkrak katanya kebanjiran, cadar budaya arab, dan semacamnya.
Syaikh Muhammad bih Shaleh al-‘Utsaimin –rahimahullah– berkata, “Sesungguhnya sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika semakin dilupakan, maka (keutamaan) mengamalkannya pun semakin kuat (besar), karena (orang yang mengamalkannya) akan mendapatkan keutamaan mengamalkan (sunnah itu sendiri) dan (keutamaan) menyebarkan (menghidupkan) sunnah di kalangan manusia.
Adapun Bid’ah, Imam Asy-Syatibi dalam kitabnya, Al-I’tisham, memberikan definisi bid’ah, sebagai berikut,
طريقة فيالدين مخترعة تضاهي الشرعية يقصد بالسلوك عليها المبالغة في التعبد لله
“Jalan dalam meniti kehidupan beragama, yang jalan itu merupakan sesuatu yang dibuat-buat dan menyerupai syariat, dan dia dilaksanakan dengan tujuan memperbanyak ibadah kepada Allah.”
Bagi pelaku bid’ah baik sengaja maupun tidak, pada dasar telah mengganggap syariat yang dibawa oleh Rasulullah belumlah sempurna. padahal apa seluruh syariat yang diwayuhkan kepada beliau telah disampaikan seluruhnya kepada ummat, beserta dengan tuntunan- tuntunannnya, maka tidak benarkan bagi kita menambah ataupun mengurangi apa yang telah diajarakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaih wa sallam. Allah berfirman dalam al qur’an,
Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, & telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu & telah kuridhoi Islam itu sebagai agamamu.” (QS. Al Maidah 3)
(Bersambung)
Muhammad Alwi (ketua LIDMI Makassar)