Saudaraku, sekarang ini kita tidak sedang membicarakan tentang “nama” seseorang. Namun, narasi singkat ini, akan mengurai cerita “Semua Tentang Hidayah”. Tahukah kita apakah hidayah itu ? Hidayah bisa kita artikan petunjuk ke jalan yang Lurus. Bagaimanakah Jalan yang lurus itu ? Yah, Jalan lurus itu adalah jalan yang diridhoi oleh Allah subhanawata’ala. Jalan yang telah ditempuh oleh para syuhada ( orang- orang yang mati syahid di jalan Allah), Shodiqin (orang- orang yang benar), dan Sholihin.(orang orang yang sholeh). Salah satu doa hamba dalam sholatnya yakni Ihdinash Shirathal Mustaqim, “ Tunjukilah kami jalan yang lurus “, dan Setiap kita sholat, minimal 17 kali senantiasa kita mengucapkan doa ini, dengan penuh rasa harap dan takut kita meminta kepada Allah, agar diteguhkan, disitiqomahkan di atas jalan yang lurus ini. Hidayah itu adalah islam yang disinari oleh Cahaya Alquran dan Sunnah yang sesuai dengan pemahaman SalafusSholeh.
Untuk Lebih Jelasnya, mari kita baca dan renungkan tulisan di bawah ini.
Hidayah, Karunia Allah Yang Terbesar.
Diantara nama dan sifat Allah Azza Wajall yang kita ketahui yakni ARRahman dan ARRahim. Rahman adalah salah satu nama yang dikhususkan bagi Allah Azzawajall, tidak boleh digunakan untuk menyebut selain- Nya, Rahman berarti “ yang memilki sifat kasih- sayang yang luas. Rahim adalah nama yang bisa digunakan untuk menyebut Allah Azzawajall, maupun selain- Nya. Makna Rahim adalah “Yang memiliki sifat kasih sayang yang terus- menerus. Rahman adalah yang memiliki kasih sayang yang luas, sedangkan Rahim adalah “Yang memiki sifat kasih sayang kepada siapa saja diantara hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.” Sebagaimana Firman Allah,
Allah Mengadzab siapa yang dikehendaki- Nya dan memberi rahmat kepada siapa yang dikehendaki- Nya. ( Al- Ankabut (29) : 21).
Ketahuilah wahai saudaraku, Allah Subhnawata’la mengasihi semua makhluk ciptaan- Nya, entah Mereka seorang yang beriman maupun mereka adalah seorang yang kafir. Namun Allah Subhawana wa ta’ala mengkhususkan kasih sayang kepada hamba- hamba pilihan, namun tidak diberikan kepada selainnya. Tentang harta, Allah subhnawata’ala memberikan kepada orang yang beriman dan juga kepada orang- orang kafir, selama mereka mengusahkannya, begitupun tahta dan juga wanita. Namun Allah memberikan Kita hidayah dan Taufik, dan tidak diberikan kepada orang- orang kafir. Maka jelaslah, Hidayah yang kita rasakan hari ini, adalah karunia terbesar yang Allah hadiahkan kepada kita. Maka, pantaskah kita menyalahgunakan Karunia yang Agung ini, untuk hal- hal yang di murkai- Nya ?
Berharga dan Tak Ternilai
Kebutuhan seseorang akan hidayah, sejatinya lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan makan dan minum. Imam Ahmad menuturkan, “Kebutuhan seorang hamba kepada hidayah, melebihi kebutuhannya terhadap makanan dan minuman.” Makanan dan minuman hanya kita butuhkan sekali dua kali saja, namun hidayah, kita butuhkan sesuai helaan nafas kita. Bahkan hidayah ini adalah kunci kebahagian dan keselamatan dunia akhirat, tanpa Hidayah tersebut seseorang akan mendapatkan kesengaraan dan kebinasaan.
Kisah hidup Abu Thalib, Paman Rasulullah Sallallahu’alaihi Wasallam, telah memberikan pelajaran berharga tentang mahalnya hidayah itu.Sejarah telah menukil bahwasanya Abu Thalib, adalah sosok yang telah memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan Dakwah Rasulullah. Sosok yang menyayangi dan mencintai Rasulullah seperti anak kandungnya sendiri. Tidak bisa dibayangkan lagi, begitu banyak perlindungan yang telah diberikan Abu Thalib terhadap diri Beliau. Dengan jasa yang begitu besar apakah Abu Thalib termasuk golongan orang yang beruntung ? Tidak. Saudaraku, ketahuilah karena “ Hidayah “ yang belum sampai kepada beliau, akhirnya Dia meninggal dalam keadaan kufur dan tetap berada pada agama leluhurnya.
Di dalam Ash- Shahih disebutkan dari Al- Musayyab, bahwa takkala ajal menghampiri Abu Thalib, Nabi Sallallahu ‘alaihi wa Sallam menemuinya, yang saat itu di sisinya ada Abu Jahal.
“ Wahai Paman, Ucapkanlah La ilaha illallah, satu kalimat yang dapat engkau jadikan hujjah di sisi Allah, “ Sabda beliau.
Abu Jahal dan Abdullah Bin Umayyah menyela, “ wahai Abu Thalib, apakah engkau tidak menyukai agama Abdul- Muththalib ? keduanya tidak pernah berhenti mengucapkan kata- kata ini, hingga pernyataan terakhir yang di ucapkan Abu Thalib, “ tetap berada pada agama Abdul- Muthalib.
Beliau bersabda, “Aku benar- benar akan memohonkan ampunan bagimu wahai paman selagi aku tidak di larang melakukannya,“ Lalu turunlah ayat,
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang- orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang orang musyrik, walaupun orang- orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang- orang musyrik itu penghuni neraka Jahannam.(Q.S. At-Taubah: 113)
Dijaga dan Tidak Digadaikan
Wahai saudaraku…, ketika anda telah merasakan nikmat dan manis-Nya hidayah itu, Nikmat dan manisnya Qiyamul lail, takkala kita bangun di tengah malam, di saat semua orang terlelap, kita bermunajat kepada-Nya, mengungkapkan segala masalah hidup dan dakwah. Nikmat Sholat berjamaah, Nikmat dan manisnya berkumpul bersama ikhwa (saudara seperjuangan), bertarbiyah bersama, ta’lim, dan kerja- kerja dakwah bersama. Kalaulah bukan karena hidayah yang menyapa, maka kita tidak akan mungkin merasakan itu semua. Maka, jagalah Hidayah itu, jangan Engkau gadaikan dengan “ Kenikmatan Sesaat”.
Untuk saudaraku, adinda Aktivis Dakwah Kampus UNM yang sedang melaksanakan KKN, semoga tulisan sederhana ini, mampu memberikan Spirit bagi antum sekalian. Tetaplah jadi aktivis Dakwah sejati. Pertahankan idealisme antum sebagai pejuang dakwah. Tebarkanlah kebaikan dimanapun antum berada. Ittaqillah yaa Akhi…
(Tulisan ini Dipersembahkan Khusus untuk saudaraku di tempat KKN)
Muhammad Alwi (Ketua FSI RI UNM 2015-2016)
Maraji’
Syarah tsalatsatul ushul karya Mahammad Bin Shalih Al- Utsaimin
Untukmu Yang berjiwa Hanif karya Armen Halim Naro, Lc
Sirah Nabawiyah karya Shafiyyurrahman Al- Mubarakfuri