Dahulu kala, ketika IPTEK itu belum secanggih sekarang, disaat belum dikenal SMS, WhatsApp, Line, BBM, Twitter dan media sosial lainnya, komunikasi dua insan terjaring melalui sepucuk surat. Surat yang isinya goresan- goresan tinta yang tertata rapi, sarat dengan makna kasih sayang dan kerinduan, lahir dari tangan-tangan jiwa yang tulus yang menari di atas secarcik kertas yang putih. Yah, itulah sepucuk surat cinta dari seorang Ibu untuk si anak yang jauh dalam rantuannya guna mencari ilmu, surat cinta seorang istri untuk suaminya yang harus rela berpisah karena tugas kerja, dan yang lain yang semisal dengannya. Bagaimana dengan engkau wahai saudaraku, pernahkah kita mendapatkan surat cinta dari orang yang kita cintai ? jika iya, bagaiamana perasaanmu pada saat itu ? yah, senanglah pastinya. Bahkan, surat cinta itu, mungkin akan kita simpan dengan baik, kemudian surat tersebut akan senantiasa kita baca berulang kali, merenungi setiap makna yang mendalam dibalik goresan- goresan tinta yang tertata rapi tersebut, hingga semakin menumbuhkan cinta kita kepada sang pengirim surat cinta tersebut. Lantas bagaimana ketika surat cinta itu berasal dari Dzat yang menciptakan kita ? dzat yang telah menaburkan cinta dan kasih sayang-Nya berupa nikmat nikmat yang tak akan sanggup terhitung jumlahnya ?. Surat cinta Allah adalah Alqur’an, yang diturunkan sebagai wujud kecintaan kepada hamba- hambanya. Lantas, pernah kita membuka, mempelajari dan membaca berulang- ulang surat cinta tersebut ? seberapa seringkah kita mentadabburi setiap kandungan makna dari surat- surat cinta tersebut ? komitmenkah kita dalam mengamalkan setiap pesan- pesan yang terkandung didalamnya ? atau pernahkah kita mendakwahkan atau menyampaikan kepada orang lain ? Jika belum, maka bersegarelah, sebelum terlambat wahai saudaraku. Al hasan al Basri Berkata, “ sesungguhnya orang- orang sebelum kalian mengganggap Al- Qur’an adalah surat- surat dari Rabb mereka. Pada malam hari, mereka selalu merenunginya, dan akan berusaha mencarinya pada siang hari.” Al Imam Ibnul Jauzi berkata, “ seseorang yang membaca alqur’an, hendaknya melihat bagaimana Allah berlemah lembut kepada makhluk-Nya, dalam menyampaikan makna perkataan-Nya ke pemahaman mereka. Dan hendaknya ia menyadari, apa yang ia baca bukan perkataan manusia. Hendaknya ia menyadari keangungan Dzat yang mengucapkannya, dan hendaklah ia merenungi perkataan-Nya. Alqur’an adalah surat cinta dari Allah, yang takkala seorang hamba membacanya, maka hilanglah kerisauan serta kegalauan yang ada pada hatinya, surat cinta yang mampu membagkitkan semangat hidup orang yang terjatuh dalam kehidupannya, surat cinta yang mampu mengangkat derajat serta memberi syafaat di hari kiamat, bagi orang- orang yang sering membacanya, di dunia. diantara para sahabat ada yang berusaha mendapatkan kecintaan Allah dengan membaca satu surat. Dia terus mengulang- ulang baaan surat itu dalam sholatnya, merenunginya dan dia sangat mencintainya, dan surat itu adalah surah Al Ikhlas. Ketika ditanya tentang hal tersebut, dia menjawab: “ karena ia merupakan sifat allah, dan aku sangat suka menjadikannya bacaan”. Mendengar jawaban itu, nabi bersabda “ beritahukan kepadanya, bahwa Allah mencintainya.” Masya Allah, adakah hal yang paling indah ketika yang telah mencintai kita adalah Allah ?
Alhamdullillah, bulan sya’ban telah tiba. Bulan sya’ban adalah bulan dimana Rasulullah banyak berpuasa, bulan dimana amalan seseorang angkat diangkat dilangit. Namun, di bulan ini pula kebanyakan manusia lalai dari melaksanakan ketaatan kepada Allah. Bulan Sya’ban jembatan terakhir sebelum masuk Bulan suci ramadhan. Maka dari itu, jangan sampai kita lalai dan terjatuh di jembatan terakhir ini. Bulan sya’ban juga dikenal dengan syahrul Qurra’, atau bulannya para pembaca alqur’an. Bahkan disebutkan bahwa, orang- orang terdahulu ada yang sampai menutup tokonya, untuk fokus membaca alqur’an di bulan sya’ban. Mari saudaraku, kita perbanyak membaca surat cinta dari Allah di Bulan Sya’ban ini.
Maraji’
Al Manhaj. Or.id
Berakhir, di Rumah Inspirasi
Jln. Cendrawasih- Makassar
8 sya’ban 1437 H pukul 11.30 WITA
Akhukum Abu Muhammad ( ketua LIDMI Makassar)