Berbagai fenomena negatif belakangan ini telah banyak melanda negeri tercinta Indonesia. Bangsa yang mayoritas muslim ini seakan-akan tak punya jati diri sebagai bangsa yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Terjadinya penurunan nilai-nilai moral, dan berkembangnya radikalisme, liberalisme, permisifisme, dan berbagai penyakit lainnya menggerogoti bangsa ini. Khususnya kepada ummat Rasulullah Salallahu ‘alahi wassalam. Dan dekadensi yang terjadi pada ummat muslim di Indonesia, itu pula yang sedang melanda negeri-negeri islam lainnya.
Distorsi akhlak yang dialami oleh kaum muslimin bukanlah sesuatu yang tanpa sengaja terjadi. Melainkan lahir dari satu sistem yang telah terorganisir dengan rapi oleh sutradara yang luar biasa. Ummat muslim, yang dimulai dari kalangan anak-anak hingga dewasa dijadikan sebagai kacung-kacung kepentingan tertentu. Bak mobil remote yang dikendalikan oleh si empunya. Terserah mau diarahkan ke mana, bahkan sampai ditabrakkan pun bukanlah suatu masalah.
Ummat muslim, disadari atau tidak, berada pada satu roda ‘grand design’ yang coba untuk mempertinggi dekadensi ummat. Bukan merupakan rahasia lagi akan trend gaya hidup yang berlaku di masyarakat dikiblatkan ke mana. Pun demikian dengan regulasi yang bergulir dalam tatanan suatu unsur dari yang terbesar hingga yang terkecil juga tak lepas dari kendali sang sutradara. Sehingga tak jarang banyak peraturan atau konstitusi dan mendeskreditkan ummat islam.
Pertanyaannya adalah siapakah sang sutradara tersebut? Apakah kita sebagai ummat islam adalah pemain utama atau sekedar figuran saja? Maka berkias dengan jawaban bangga bak ubahnya holliwood bahwa bintangnya adalah kita. Tentu siapa yang tak bangga jikalau didaulat sebagai pemain utama pada suatu gelaran sandiwara. Kecuali mungkin bagi bocah-bocah kecil yang masih polos dan lugu dan masih setia dengan mainan masa kecilnya. Juga masih setia dengan panggilan manja kepada ayah ibunya.
Dan ternyata posisi sang bocah tadi yang kini tengah disematkan kepada kita ummat muslim ini. Lugu dan polos. Lugu dengan sesuatu yang baru lalu melahirkan kelatahan. Polos untuk mengakui keabsahan dari produk import lalu lahirlah sikap permisif di kalangan ummat. Dan sayang seribu sayang karena kita tak lagi kritis dengan isu transendental yang coba memosisikan agama pada level yang sama pada semua ummat.
Sang sutradara akan terus menerus membuat gembrakan baru pada skenario yang dibuatnya. Tidak ada cut dan kesan berpuas diri bagi mereka sebelum benar-benar mereka memastikan ummat islam berada di bawah kendalinya. Dan bukankah jauh-jauh hari sebelumnya telah datang peringatan dari sang Maha Raja dalam lembaran tekstual perkataannya. Di dalam surah Al Baqarah ayat 120 Allah Azza wa Jalla berfirman “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.
Syahidnya, dalam ayat ini adalah akan benih kebencian yang sudah ditanamkan oleh musuh-musuh Allah itu sudah ada dari zaman dahulu dan mereka akan terus menggiring manusia untuk mengikuti jalan mereka sampai kita ummat islam bertekuk lutut di hadapan mereka. Dari ayat di atas itu pulalah sudah ketahuan siapakah sebenarnya sang sutradara sejati yang berada di balik degradasi akhlak, pemikiran, dan aqidah ummat islam.
Lalu dengan cara apakah mereka mencoba menghancurkan kita? Tentu bukan dengan adu fisik, karena mereka sangat sadar bahwa ummat islam tak akan mampu dikalahkan dengan mengajaknya berduel di medan peperangan. Karena seorang muslim itu tidak akan takut dengan kematian ketika yang diperjuangkan adalah agama Rasululullah. Maka mereka mencoba dengan invasi pemikiran, menggiring sedikit demi sedikit pikiran ummat islam pada metodologi keilmiahan yang mengandalkan logika. Anak-anak diperkenalkan dengan tontonan orang dewasa yang penuh dengan kisah percintaan atau adegan perkelahian. Remaja dikekang dengan pergaulan bebas. Para orang dewasa dibawa pada kesibukan mencari dunia dengan rutinitas pekerjaan yang tiada habisnya. Hingga pada akhirnya budaya hidup hedonisme mengakar pada elit masyarakat.
Tak cukup sampai di situ, gelaran hedonis itu kemudian menjadikan kita sebagai budak dunia. Maka tak heran jikalau di zaman sekarang kita dikembalikan pada zaman penjajahan berhala di mana manusia takut dan tunduk pada makhluk tak bernyawa yang dibuatnya sendiri. Hanya saja jikalau dahulu paganisme ditandai dengan penyembahan terhadap berhala, sekarang kita menjadi hamba-hamba uang, workship mammount.
Sampai kapan ummat islam akan terus mengekor pada kemauan sang sutradara yang diplot sebagai musuh nyata islam? Sesungguhnya jawaban pertanyaan ini juga telah tersurat pada ayat yang telah disebutkan di atas. Musuh-musuh islam akan terus mengembangkan terobosan baru untuk dapat menjatuhkan konsistensi ummat islam dalam menjalankan peribadatan kepada Tuhannya. Maka tak heran jikalau belakangan ini lahirlah istilah jaringan islam liberal dan lain semacamnya. Sesungguhnya komunitas seperti ini adalah buah karya dari penanaman paham permisifisme kepada masyarakat. Menganggap bahwa kita berada di era keterbukaan dan tak sepantasnyalah kita menutup diri dengan dialektika kehidupan yang terjadi di luar sana.
Betul bahwa era sekarang adalah era keterbukaan. Dan ummat islam pun harus ikut andil dalam percaturan dunia yang terjadi sekarang agar mampu survive. Namun kita punya batasan-batasan syariat yang tidak boleh diiriskan dengan kaidah permisifisme. Tata kehidupan ummat islam telah diatur dengan indah dalam suatu yuridis tekstual bernama Al Quran yang selamanya tak akan bisa tergantikan atau teramandemen. Al Quran sangatlah tidak pantas diikonfrontasikan dengan asas konstitusi atau regulasi yang dibuat oleh manusia. Karena pernyataan Al Quran adalah pernyataan yang suci dan hakiki adapun perkataan manusia sarat akan kepentingan individualis.
Oleh karena itu, selayaknya ummat ini membentengi diri mereka dengan memperbanyak mencari tahu nilai-nilai yang terkandung dalam Al Quran. Agar kehidupan kita tak lagi terbiaskan pada alur cerita yang dibuat oleh musuh-musuh Allah yang akan terus menskenariokan adegan-adegan kontradiktif dengan syariat islam. Wallahu a’lam bis shawab.
oleh: Zulfikar (FSI RI UNM)