Oleh: Muhammad Amirullah, M.Pd
(Koordinator PSDM PP Lidmi 2020 – 2022)
PRAWACANA
Salah satu ciri dan warna yang khas dari buah pikir para tokoh bangsa adalah pemilihan kalimat yang tepat dengan kedalaman makna yang indah. Di antaranya tercermin pada alinea-alinea dalam pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hampir pada setiap kalimat dalam seluruh paragraphnya memberikan gambaran yang jelas, terang, dan inspirasional tentang kemana, harus bagaimana, dan dengan semangat apa bangsa ini didirikan. Pembukaan UUD 1945 sendiri merupakan dokumen sejarah yang sangat berharga yang dihasilkan dari proses dialektika ulaman dan cendikiawan muslim yang turut hadir dalam perundingan pantia sembilan BPUPK tahun 1945 dan menghasilkan naskah pembukaan UUD 1945 yang juga dikenal dengan nama Piagam Jakarta.
Lahirnya kalimat demi kalimat dalam setiap tarikan nafas pembukaan UUD 1945, tentu diwarnai dengan pemikiran yang mendalam, serta diskusi-diskusi yang tajam dari para tokoh bangsa. Prosesnya panjang dan melibatkan gesekan-gesekan pikiran antar tokoh bangsa. Proses tersebut berbuah manis dengan lahirnya naskah bersejarah sebagai sebuah landasan pergerakan dan visi bangsa yang mendunia. Tidak kalah penting, pembukaan UUD 1945 mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan yang mempertegas kemuliaan hati Bangsa Indonesia.
WACANA
Pembukaan UUD 1945 terdiri atas 4 alinea. Keempat alinea tersebut memiliki pesan yang sungguh sangat mulia. Ada rasa kemanusiaan yang diperjuangkan, ada kegigihan yang ditunjukkan, dan ada sisi religiusitas yang menjadi pelita dalam mewujudkan suatu kehidupan yang aman, damai, dan makmur, bukan hanya bagi bangsa Indonesia saja tetapi bagi seluruh penduduk semesta. Pesan-pesan tersebut secara lebih eksiplisit diuraikan sebagai berikut:
Alinea pertama: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Semangat yang diusung dalam alinea pertama menekankan tentang pentingnya rasa kesetaraan antar sesama manusia, apapun bangsanya, apapun rasnya, apapun agamanya. Kesetaraan tersebut menjadikan setiap bangsa tidak punya hak untuk menguasai dan mengeskpolitasi bangsa lain. Perikemanusiaan dan perikeadilan dalam kalimat penutup menjadi poin penting sebagai wujud dari rasa kesetaraan sesama manusia. Dalam banyak aksi penjajahan, terdapat pemberian fasilitas, hak, dan keuntungan-keuntungan materialistik yang sepihak bagi pihak yang menjajah, sedangkan bagi pihak yang terjajah tidak mendapatkan manfaat yang sama. Alinea ini juga menunjukkan betapa besarnya kepedulian bangsa Indonesia untuk seluruh warga dunia. Sungguh merupakan sebuah pemikiran mulia nan mendunia.
Alinea kedua: “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”
Perjuangan tidak kenal lelah, dengan harta, darah, dan bahkan nyawa, pada akhirnya berbuah indah. Para pejuang kemerdekaan berhasil memukul mundur para penjajah. Dengan dimotori para tokoh-tokoh intelektual bangsa, Indonesia mengikrarkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, bertepatan pada hari ke-9 Ramadhan 1364 H dalam penanggalan qamariah. Semangat kemerdekaan yang diusung bermuara setidaknya pada 4 hal, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. 4 hal tersebut tidak pernah dirasakan secara utuh oleh bangsa Indonesia selama menjalani proses penjajahan. Para penjajah senantiasa memecah belah keutuhan anak bangsa dan tidak memberikan hak yang layak atas kekayaan negeri sendiri. Hal tersebut memunculkan ketidakadilan dan ketidakmakmuran di tengah masyarakat.
Alinea ketiga: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”
Setelah melalui berbagai ikhtiar dan upaya, para founding father kita sangat menyadari bahwa kemerdekaan itu merupakan sesuatu yang mustahil didapatkan tanpa curahan rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa. Alinea ini menggambarkan kepada kita tentang perpauduan patrioritas (ikhtiar) dan religiusitas (mengembalikan segala sesuatunya kepada Allah) yang menjadi ruh bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaannya. Alinea ini menunjukan kesempurnaan ikhtiar seorang hamba dengan tawakkal yang sempurna pula. Alinea ini sepatutnya menyadarkan bangsa Indonesia, secara khusus kaum muslimin, agar tidak merasa angkuh karena segala nikmat yang kita peroleh pada dasarnya merupakan anugrah dari Allah, Sang Rabbul ‘aalamin. Muara dari kesadaran tersebut perlu wujudkan dengan mengisi kemerdekaan dengan berbagai ikhtiar yang diridhoi oleh Allah azza wa jalla, sebagai bentuk syukur kita atas nikmat kemerdekaan yang besar.
Alinea keempat: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Kemerdekaan yang didapatkan bukanlah akhir dari perjuangan, kemerdekaan justru menjadi starting point untuk memulai berbagai ikhtiar kemajuan bangsa selanjutnya. Untuk mewujudkan cita tersebut, haruslah terbentuk suatu pemerintahan yang kuat. Para founding father kita memilih sistem Republik dalam bernegara. Alinea ini juga menunjukkan kepada kita tentang platform dan warna khas bangsa Indonesia dalam bernegara, lengkap dengan tujuan dan fungsi dalam bernegara, serta dasar-dasar yang digunakan oleh bangsa Indonesia dalam bernegara (yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Pancasila). Poin ini juga memberikan guideline bagi pemerintah yang berkuasa tentang tujuan negara yang harus diperjuangkannya.
Hal yang tidak kalah membanggakan pada aline keempat ini adalah, bahwa alinea ini kembali mempertegas posisi bangsa Indonesia dalam kancah dunia, bahwa kemerdekaaan yang kita rebut tidak boleh semata dirasakan manfaatnya bagi bangsa Indonesia saja, tetapi harus mampu dirasakan secara luas oleh warga dunia. Semangat tersebut mengusung suatu misi kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan yang harus diperjuangkan di muka bumi. Kedalaman makna juga begitu terasa pada setiap poin yang kemudian dikenal dengan butir-butir Pancasila. Mulai dari poin, Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
PASCAWACANA
Pada akhirnya keindahan kata dan makna yang termakhtub dalam pembukaan UUD 1945, sekali lagi, perlu menyadarkan kita tentang peran besar para ulama dan cendekiawan muslim yang terlibat dalam usaha-usaha kemerdekaan Indonesia. Buah pikir dan proses dialektika yang dilakukan oleh para ulama menghasilkan dokumen bersejarah yang sangat penting (Piagam Jakarta) dan digunakan sebagai pembukaan (preambule) dalam Undang-undang Dasar 1945. Meskipun sempat menjalani proses dialektika yang hebat akibat pengurangan tujuh kata pada Piagam Jakarta (dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) dalam sidang PPKI, naskah tersebut tetap dijadikan sebagai Pembukaan UUD 1945. Dan pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno menegaskan dalam dekritnya bahwa “Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut.”
Berbagai perjuangan yang dilakukan oleh para pendahulu kita hendaknya menjadi motivasi bagi kita hari ini untuk senantiasa kontributif dalam memberikan ikhtiar dan karya terbaik bagi bangsa dan Negara Indonesia, khususnya bagi kita kaum muslimin. Perjuangan panjang kemerdekaan Indonesia telah mencatatkan fakta sejarah tentang besarnya peran dan perjuangan kaum muslimin di negeri ini dalam merebut kemerdekaan Indonesia, khususnya oleh para Ulama dan Cendikiawan Islam. Mereka selalu hadir dalam memberikan kontribusi terbaiknya melalui ketajaman pikir, kefasihan lisan, goresan pena, hingga kucuran darah untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Terakhir, yang perlu untuk kita semua sadari bahwa perjuangan tersebut tidak lepas dari taufik dan petunjuk dari Allah subhanahu wa ta’ala. Hal ini yang tegas disampaikan lewat alinea ketiga pembukaan UUD 1945 dan disadari betul oleh para bapak bangsa kita. Olehnya itu, sebagai generasi pelanjut hendaklah kita meneruskan semangat perjuangan yang kental dengan nilai dan warna religiusitas. Dan semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa mencurahkan rahmatNya untuk bangsa ini dan menjaga keutuhan NKRI dengan nilai-nilai Pancasila yang telah menjadi amanah dalam pembukaan UUD 1945 sebagai ruh dan falsafah hidup bangsa Indonesia. Wallahu ta’ala a’lam.