Lidmi.or.id, MAKASSAR — Pelatihan Jurnalistik yang digelar oleh Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia (Lidmi) menjadi momentum penting dalam mendorong generasi muda Islam untuk menjadikan menulis sebagai bagian tak terpisahkan dari aktivitas intelektual.
Dalam sambutannya, Mas Imam Nawawi menegaskan bahwa menulis adalah elemen kunci untuk membangun peradaban dan mengukir pengaruh di tengah masyarakat (25/12/24).
“Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator,” ujar Mas Imam Nawawi, mengutip perkataan H.O.S. Tjokroaminoto yang disampaikan dalam sebuah pelatihan yang pernah diikuti Buya Hamka.
Menurutnya, menulis bukan sekadar aktivitas mencatat, tetapi pekerjaan yang merawat intelektualitas dan mencerminkan kualitas akademis seseorang.
Ia mengingatkan bahwa hampir seluruh tokoh bangsa, sejak usia muda, berlatar belakang sebagai penulis dan jurnalis.
Mas Imam Nawawi menyoroti keteladanan tokoh Agus Salim yang dikenal sebagai penulis hebat sekaligus diplomat ulung.
Salah satu kisah inspiratif yang diceritakannya adalah saat Agus Salim berada di Mesir dalam Delegasi Diplomatik Indonesia.
Ketika diminta menunjukkan passport di bandara Kairo, Agus Salim dengan percaya diri menulis sesuatu di selembar kertas dan berkata, “Kertas ini senilai dengan passport.”
“Kepercayaan diri Agus Salim lahir dari pengetahuan dan keterampilan menulisnya,” tambah Mas Imam.
Dalam membhka pelatihan yang diikuti oleh para aktivis dakwah kampus ini, Mas Imam juga menyoroti pentingnya organisasi Islam melatih kadernya agar terampil menulis.
Ia mengingatkan bahwa tanpa kontribusi generasi muda Islam, internet akan dipenuhi oleh konten-konten destruktif.
“Jika generasi muda Islam tidak mengisi internet dengan konten positif, maka konten negatiflah yang akan mendominasi. Kenapa kita tidak memulai? Kenapa kita tidak melatih diri untuk menulis?” tegasnya.
Ia juga menyoroti rendahnya minat baca masyarakat Indonesia yang hanya mencapai 0,001 persen.
Bagi Mas Imam Nawawi, fakta ini seharusnya menjadi cambuk untuk meningkatkan budaya membaca dan menulis.
“Jika saya berhenti menulis, berarti saya berhenti membaca. Ketekunan menulis akan memperluas interaksi dan memperlebar relasi kita,” ujarnya.
Mas Imam Nawawi mengakhiri sambutannya dengan menekankan bahwa menulis adalah budaya para ulama.
Ia menyebutkan, jika ulama adalah pewaris para nabi, maka penulis, baik dalam dakwah, jurnalistik, maupun aktivisme media, adalah pewaris para ulama.
“Mahasiswa yang tidak menulis, pada hakikatnya sedang menutup masa depannya sendiri,” pungkasnya.
Pelatihan jurnalistik ini diharapkan menjadi langkah nyata untuk mencetak generasi muda Islam yang mampu memakmurkan media dengan tulisan-tulisan inspiratif dan membangun peradaban yang dicita-citakan.
Laporan : Lidmi Media Center (LMC)