Oleh: Muhammad Risal*
Ideologi, secara terminologi, sederhananya adalah ilmu tentang ide. Sebuah konsep yg memproyeksikan pijakan untuk berdiri kemudian beranjak. Sebuah petunjuk dalam memilih markah untuk berjalan.
Ideologi adalah paradigma, sebuah kaleidoskop dalam memandang satu objek. Satu objek secara ontologis adalah baku dan tetap, akan tetapi interpretasi terhadapnya menjadi beragam jika epistimologis pendekatannya juga beragam. Ideologi adalah pijakan dari epistimologi, cara pandang bersumber darinya.
Ideologi adalah sumber nilai, darinya terturun pranata di seluruh aspek kehidupan berbangsa. Menjiwai seluruh tata kebaikan dan isi kosntitusi. Membimbing si perencana dalam menyusun kerangka, mendidik pelaksana dalam menjalankan rencana.
Setelah melewati etape yang panjang, akhirnya dunia disegragasi oleh dua cara pandang. Liberal yang mewujud pada ideologi kapitalisme dan sosialisme yang mengkristal pada komunisme.
Dua ideologi ini nucleus nya berseberangan. Ketika kapitalis memandang manusia sebagai homo individuis, sosialis-komunis memandangnya sebagai homo socius. Kapitalis adalah ideologi kebebasan dengan “kemajuan” sedangkan sosialis-komunis adalah ideologi kesetaraan dengan “kekuatan”. Konsekuensi keduanya bermuara pada dua kondisi. Kapitalis mewujudkan kemajuan dengan ketimpangan yang besar, sosialis-komunis mewujudkan kesetaraan dengan ketertinggalan yang kronis.
Kedua ideologi selain berseberangan, juga berbenturan. Perang antar bangsa di abad ke 20 adalah perang kepentingan dan ideologi. Tinta darah tertorehkan dalam catatan sejarah perang memperhadapkan dua ideologi besar, Kapitalisme dan Sosial-Komunis.
Walaupun keduanya berbeda, jika dikaji secara mendalam, keduanya memiliki kesamaan yang sangat mendasar. Mereka tak menjadikan “ketuhanan” sebagai nilai utama. Kapitalisme mengesampingkan peran Tuhan dalam mengatur negara, sedangkan Komunisme meniadakan Tuhan sama sekali dalam kamus kehidupan berbangsa.
Tak heran, negara-negara fanatik dan penganut dua ideologi ini menjauhi bahkan memusuhi agama. Mereka menganggap agama sebagai candu dan dalih manusia untuk lari dari masalah hidup.
Abad 20, ditengah perselisihan dua ideologi, Indonesia yang menuju merdeka merumuskan tata nilainya sendiri. Konsesnsus itu hingga saat ini dinamai Pancasila. Lima pegangan untuk hidup bernegara. Kelimanya itu adalah ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan dan keadilan.
Ketuhanan adalah nilai tentang pengakuan diri, akan ketundukan pada sang pemilik dan pengatur akan ketidakberdayaan pada qadar sang Maha berkehendak.
Terlepas dari polemik yang mewarnai perumusannya, Pancasila adalah perintah untuk berTuhan esa. Tak satu dalihpun mampu mengelakkan. Tak perlu rekayasa tafsir untuk mengaburkan makna.
Pancasila telah menjaga masyarakat untuk berTuhan esa. Melintasi rezim yang bangkit dan runtuh. 73 tahun membersamai bangsa untuk tunduk pada aturan wahyu.
Saat ini, menanyai diri dan bangsa adalah perkara penting. Masihkah kita tunduk pada amanah ideologi, nilai “ketuhanan” masihkah menjiwai seluruh lini. Dalam berinteraksi, masihkah kta landaskan sikap pada aturan Ilahi? Dalam “berdagang” masihkah setia pada nota syariat Ilahi yang mengatur tentangnya?
Perlu cukup waktu untuk menelisiknya, perlu jiwa berani untuk mengkajinya, perlu hati jujur untuk mempertanyakannya, MASIHKAH KITA BERPANCASILA? []
*Santri ITKaf Infokom PP Lidmi Kelas Jurnalistik
Bacaan yang menarik sekali.
Bolehkah penulis cantumkan referensinya?
Saya tertarik pada kalimat bahwa sosialisme mengkristal menjadi komunisme. Sepertinya penulis terburu-buru menyimpulkan demikian. Hemat saya, komunis adalah salah satu anak dari komunisme, makanya muncul istilah Marxisme-Stalinisme, atau Leninisme, atau Maoisme.
Pun dalam konteks sejarah Indonesia, sosialisme (seperti yang dianut Hatta, Sjahrir, dan Tjokroaminoto) & komunisme (seperti yang dianut H. Misbach, Alimin, Musso, Semaun, dan Tan Malaka) menjadi dua hal yang saling berseberangan dlm waktu yg cukup panjang.
Pancasila lahir dari berbagai bauran ideologi. Jangan pisahkan sepenuhnya bahwa dalam sejarah Sosialisme menjadi bagian penting dalam kemerdekaan, hingga Ketua Sarekat Islam, HOS Tjokroaminoto, membuat istilah “Islam Sosialisme” dalam warna pergerakanya. Wallahu a’lam.
Maaf, maksud saya komunisme adalah anak dari Sosialisme