Berdasarkan konferensi pers Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran di Mapolda Metro Jaya pada Senin (7/12/2020) siang, dan konferensi pers DPP FPI oleh Ketua DPP FPI Shobri Lubis bersama Sekretaris Umum DPP FPI Munarman pada Senin (7/12/2020) malam, terkait tewasnya 6 laskar FPI di Tol Cikampek Jawa Barat sangat jauh berbeda kronologi dan penjelasannya.
Kapolda Metro Jaya mengatakan anggotanya lebih dahulu ditembak laskar FPI yang mengawal HRS sehingga terjadi kontak senjata yang berujung dengan tewasnya 6 orang laskar FPI dan 4 lainnya melarikan diri, sementara dari Siaran Pers FPI mengatakan bahwa rombongan HRS lah yang dihadang sekelompok orang berpakaian sipil, yang membuntuti mobil rombongan sehingga laskar FPI berusaha mengamankan HRS yang berujung diculiknya 6 Laskar FPI yang kemudian terkonfirmasi meninggal dunia.
Menanggapi hal tersebut, Pimpinan Pusat Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia (PP Lidmi) melihat kasus ini penting memakai kacamata equal under law and justice dan sikap proporsional. Sebab versi yang disampaikan oleh masing-masing pihak tidak bisa secara partikulir dijustifikasi sebagai absolute referensi, sebab memiliki dalilnya masing-masing sebelum didahului oleh saintifik pembuktian.
Karena kasus ini mengakibatkan hilangnya nyawa 6 orang warga negara (Laskar FPI) dengan kronologis yang masih dualis, serta yang menjadi korban tidak terlibat dalam kejahatan teroris atau separatis, maka kasus ini layak didudukkan pada kacamata treatment yang lebih proporsional.
Maka menurut PP Lidmi, tugas negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia sebagaimana amanah Pembukaan UUD NRI 1945, maka sesungguhnya peran Polri lah yang harusnya sebagai organ perwujudan negara untuk menggregasi social safety nett dengan baik, ajeg dan tertib.
Namun karena dalam kasus ini, Polisi dan FPI saling merilis versi dengan dalilnya masing masing, maka untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan (fairness), PP Lidmi menyatakan sikap:
Pertama, mendesak pemerintah (Presiden) untuk mengambil langkah kepemerintahan, salah satunya dengan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) ataupun tim Independen, yang dibentuk untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi.
Kedua, mendorong Komnas HAM sebagai institusi penyelidikan pelanggaran dan penegakan HAM, untuk pro aktif merespon, sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi-fungsi kemarwah-integritasan HAM warga negara oleh negara sekalipun.
Terakhir, mengajak kepada seluruh masyarakat untuk menjaga iklim damai dan persatuan bagi seluruh elemen bangsa, berbasiskan keadilan, karena neraca keadilanlah yang mampu mengokohkan sendi-sendi negara ke seluruh lapisan masyarakat.
Tertanda, Asrullah (Ketua Departemen Humas dan Jaringan PP Lidmi)