Jakarta – Polemik Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) masih berlanjut. Kali ini MUI memberi dukungan terhadap RUU P-KS. Alasannya, dengan syarat masyarakat tidak masuk ke praktik menyimpang.
Wakil Sekjen MUI Amirsyah Tambunan mengatakan, pihaknya masih melakukan kajian terhadap RUU P-KS. MUI menilai RUU P-KS penting agar masyarakat dapat memahami kategori penyimpangan seksual.
“Jadi UU ini sebenarnya lebih kita ingin melihat bagaimana masyarakat agar tidak masuk kepada sebuah praktik yang jelas-jelas menyimpang. Ya seperti perzinaan itu kan menyimpang, perkawinan sejenis menyimpang, seksual bebas menyimpang itu. Jadi penyimpangan-penyimpangan ini harus dicegah. Adapun KUHP yang sekarang itu belum tegas mengatur itu,” kata Amirsyah di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2019).
Soal RUU P-KS ini, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Euis Sunarti, menolak untuk disahkan. Sebab, Menurut dia, RUU tersebut seolah melegalkan pelacuran karena tidak mengatur larangan perzinaan dalam RUU P-KS itu.
Euis menuturkan dalam setiap pasal dalam RUU P-KS memang tak tertuang bahwa perzinaan dan LGBT tidak dilarang. Namun dia menganggap, bunyi dari Pasal 1 dan 11 RUU P-KS itulah yang seolah-olah mengizinkan perzinaan dan LGBT.
Pasal 1 RUU P-KS menjelaskan definisi tentang kekerasan seksual, penghapusan kekerasan seksual, korban, saksi hingga penanganan peristiwa kekerasan seksual. Sementara Pasal 11 mengatur tentang tindakan yang masuk kategori pidana kekerasan seksual.
Kembali lagi ke MUI. MUI saat ini masih pengkaji soal RUU P-KS. Jika sudah rampung, kajian dari tim MUI akan segera diserahkan ke DPR.
“Tim melakukan kajian dan mudah-mudahan tim yang sudah intens 2-3 bulan ini mengkaji,” jelasnya.
Sumber: Detik