Oleh Andi Muh. Akhyar, S.Pd., M.Sc.
(Ketua PP LIDMI Periode 1437-1439 H/ 2015-2017 M)
Tawuran Mahasiswa
Dua mahasiswa tewas akibat tawuran itu. Kini dua jenazah mahasiswa divisum di ruang jenazah rumah sakit, Kamis (11/10/2012) malam. Kedua Korban ditikam di rumah sakit sebagai kelanjutan tawuran di kampus mereka setelah sebelumnya sempat mendapatkan pertolongan tim medis.
Selanjutnya, jenazah korban telah dibawa ke ruang jenazah rumah sakit untuk menjalani visum. Saat visum dilakukan, turut hadir di dalam ruangan pihak rektorat melihat tim dokter melakukan visum.
Sementara itu, para korban luka ringan yang sempat dirawat di rumah sakit telah dipulangkan. Sedangkan enam korban luka berat terkena panah dan tikaman senjata tajam dirujuk ke rumah sakit lain karena situasi masih mencekam.
Tampak ratusan aparat keamanan dari Brimob Polda, Polrestabes,Polsekta bersenjata lengkap melakukan pengamanan di Rumah sakit.
Keluarga salah satu korban tewas yang datang ke rumah sakit histeris melihat keluarganya terbaring tak bernyawa di ruang jenazah. Ratusan rekan-rekan korban yang berada di rumah sakit berusaha menenangkan pihak keluarga. Namun, beberapa rekan korban marah saat wartawan mencoba mengambil gambar.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, tawuran mahasiwa terjadi di salah satu kampus. Sejumlah mahasiswa yang terlibat tawuran terkena anak panah. Belum diketahui penyebab pasti tawuran itu, namun aparat kepolisian dari Polsekta yang terjun ke lokasi bentrokan berupaya menenangkan situasi.
[Sumber:kompas.com (11/10/2012) dengan berbagai penyesuaian]
Refleksi Perjuangan Dakwah Kampus
Penulis merupakan salah satu saksi sejarah tawuran di kampus tersebut siang itu. Ketika semua orang sedang asyik melihat pertempuran yang begitu seru, entah mengapa terlintas dalam benak penulis tentang perjuangan dakwah kampus.
“Apakah segala upaya dakwah kampus yang telah dilakukan selama ini gagal? “
Dalam kecamuk perang tersebut penulis tak dapat menahan tetesan air mata yang getarannya merasuk hingga ke kalbu. Bagaimana tidak, jikalau kami menganalisis hadirnya program mentoring selama bertahun-tahun sebagai ujung tombak dakwah yang langsung bersentuhan dengan mahasiswa baru, dimana setiap mahasiswa baru telah terbina dengan pembinaan Alquran lewat tangan para pengusung dakwah tersebut, ternyata belum mampu mewarnai kehidupan kampus.
Sebenarnya apa yang salah? Mengapa selama bertahun-tahun pembinaan Al Quran melalui mentoring belum mampu mengubah budaya tawuran di kampus tersebut? Padahal notabenenya, para penggiat tawuran tersebut adalah mahasiswa yang dahulu telah terbina dalam program mentoring. Bahkan pembunuh berdarah dingin, pelaku pembunuhan itu, ternyata masih semester tiga; angkatan 2011.
Kami berpikir, apa yang salah? Alquran kah yang salah yang tak mampu memperbaiki manusia? Tidak mungkin! Dulu Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam memperbaiki orang arab dengan Alquran. Beliau mampu mengubah Arab yang jahil menjadi beradab, dari peperagan menuju ukhuwah, dari hina menjadi mulia, dari kemiskinan menjadi kaya raya dari bangsa terkucilkan menjadi bangsa adidaya.
Lalu apa lagi yang kurang dengan dakwah Alquran ini? Fasilitas lengkap; Laptop, printer, hampir setiap pejuang dakwah memilikinya. Handphone sebagai sarana komunikasi juga tak satu pun pengusung dakwah yang tak punya. Motor sebagai tunggangan perjuangan mayoritas pengusung dakwah memilikinya. Dana begitu banyak kita dapatkan melalui para senior ataupun dosen yang sangat simpati dengan dakwah. Bahkan dukungan penuh birokrasi kampus terhadap dakwah ini bukan isapan jempol belaka.
Pertanyaan tersebut tersebut terus terlintas dalam pikiran kami hinggah akhirnya Allah subhanahu wata’ala memberikan petunjuk untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Tiba-tiba saja kami menemukan jawabannya dikala berada pada markas-markas para pejuang dakwah. Di kala kami melihat dalam markas para pejuang dakwah banyak dipenuhi dengan topik pembicaraan seputar akhwat, perbuatan sia-sia yang menjadi kebiasaan; nonton film kartun berjamaah, nonton video yang di dalamnya terpampang aurat wanita berjamaah, sms-an dengan wanita yang bukan mahram tanpa alasan syar`i, permaianan game dilakukan hampir setiap hari, lebih sering mendengarkan nasyid dari pada mendengarkan Alquran, aktivitas begadang yang hampir tiap malam tanpa ada urusan yang sangat penting. Sholat lail yang ditinggalkan, sholat dua rakaat sebelum subuh jarang dilakukan, bahkan terlalu sering masbuk sholat lima waktu, padahal para pejuang dakwah tersebut telah tinggal di dalam masjid ataupun bedomisili di sekitar masjid. Dzikir pagi petang diganti dengan tidur pagi petang. Lebih sering duduk dengan laptop dari pada bersilaturrahim ke rumah mad’u, para objek dakwah. Rasa kepemilikan terhadap hak milik orang lain telalu tinggi sehingga menggunakan barang; sandal, dll yang dimiliki orang lain menjadi hal yang biasa bagi para pejuang dakwah tersebut.
Melihat kenyataan ini mengingatkan kami dengan tausiah ust. Ihzan Zainuddin bahwa sesunguhnya keburukan itu walaupun tampaknya kuat namun sesunguhnya akarnya lemah. Kemenangan bagi perjuangan Islam sebenarnya bukan perkara sulit. Kemenangan Islam telah berada di ambang pintu, hanya saja saat ini, Allah subhanahu wata’ala belum menemukan orang yang tepat untuk diberikan pertolongan itu, karena kata Umar Bin Khattab radhiallu ‘anhu, kemenangan bukanlah melalui kekuatan kita, namun kemengan itu melalaui pertolongan Allah subhanahu wata’ala.
Sebenarnya begitu mudah bagi Allah subhanahu wata’ala untuk menegakkan agama-Nya di kampus. Menjadikan setiap mahasiswa bertakwa kepada-Nya lewat berbagai program dakwah yang kita telah gencarkan. Namun Allah subhanahu wata’ala belum menemukan orang di kampus yang pantas menerima pertolongan-Nya tersebut.
Sumber: Akhyar, Andi Muh. 2017. Aktivis Dakwah Kampus: Problematika dan Solusi. Yogyakarta: Penerbit AG Ligtera.