MAKASSAR – Muhammad Ammar Naufal, kandidat doktor Universitas Teknologi Malaysia pada hari Jumat (16/8/2019) berkesempatan mengunjungi puluhan aktivis dakwah kampus se kota Makassar di aula Masjid Ar-Rahmah BTN Tabaria Blok B5/5A, Makassar. Kunjungan tersebut bukan tanpa alasan, sebagaimana yang disampaikan oleh Julmawansyah, Ketua Kaderisasi Pimpinan Daerah Lidmi Makassar. Ia mengatakan bahwa kedatangan kak Ammar, panggilan akrab pemateri adalah untuk memotivasi para aktivis dakwah dalam menyambut dakwah di era digital 4.0.
Dalam penyampaiannya, Ammar memperlihatkan beberapa fakta sejarah dakwah kampus di Indonesia. Bagaimana susahnya mahasiswa berdakwah hingga tantangan-tantangan yang dihadapi oleh mereka.
“Tantangan dakwah fase pertama (1999-an) seperti pelarangan jilbab, islampobia. Tantangan dakwah fase kedua (2000-an) seperti merebaknya aliran sempalan dan sesat. Dan tantangan fase ketiga (2010-an) seperti arus informasi tidak terfilter, merebaknya syubhat dan syahwat begitu cepat, dispursi dan digitalisasi, krisis literasi dan nasionalisme,” katanya dihadapan peserta yang hadir.
Ia menambahkan bahwa seharusnya dakwah punya inovasi agar objek dakwah dapat tertarik. Harus ada branding.
“Jadi LIDMI sudah harus memiliki pola sendiri agar mudah pengontrolannya. Ketiga, Mandiri secara Sumber Daya Manusia dan Keuangan, jadi harusnya LIDMI sudah punya usaha/perusahaan sandiri yang dapat menyokong dakwah, punya saham dan lain-lain. Yang keempat, pemanfaatan platform meeting online (zoom, Google meeting), untuk memudahkan komunikasi,” paparnya panjang lebar.
Ammar melanjutkan, di Era baru industrilisasi digital ini, Lidmi sudah harus bekerja professional. Ketika mengadakan pelatihan maka sudah pakai digital karena yang paling dibutuhkan kedepan adalah skill, kalau IPK nomor sekian.
“Pemanfaatan platform meeting online itu sangat membantu, karena dengan amanah ketua PPI Malaysia, saya bisa rapat dengan teman-teman PPI meskipun berbeda tempat,” pungkasnya. []