Makassar – Dihadapan puluhan peserta yang terdiri atas mahasiswa, dosen, dan umum, peneliti dari Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), DR Syamsuddin Arif, mengungkap Syiah bukan hanya sekadar mazhab.
Menurut pria kelahiran Jakarta, 19 Agustus 1971, itu, persepsi yang mengemuka tentang apakah Syiah tersebut berupa mazhab atau lebih dari sekadar mazhab, kemungkinan lebih besar salahnya daripada benarnya.
“Ini pernyataan. Ini tesis namanya. Potition. Saya katakan begini, kalau mazhab itu seperti mazhab Syafi’i, mazhab Hanafi, mazhab Hambali, dan mazhab Maliki,” ujar Ustad Syamsuddin di Aula Pusat Bahasa Arab dan Studi Islam Universitas Negeri Makassar, Jalan AP Pettarani, Kota Makassar, pada Jumat (12/1/2018) sore lalu.
Dalam acara Kajian Keislaman “Syiah Ditinjau dari Pelbagai Aspek”, yang digelar Forum Penggiat Media Islam (Forpemi) bekerjasama dengan Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Sulawesi Selatan itu, dosen Universitas Darussalam Gontor tersebut menjelaskan bahwa ummat Islam dari Pakistan, India, dan Turki, umumnya mengikuti mazhab Hanafi.
Kemudian, kaum Muslimin dari Afrika Utara; Sudan, lalu Tunisia, Libya, Maroko, Al Jazair, mengikuti mazhab Maliki.
Adapun dari Saudi Arabia, dan sebagian di Suriah, mengikuti mazhab Hambali. Sedangkan di Indonesia, Malaysia, Brunei, Chechnya, rata-rata mengikuti mazhab Syafii.
“Kalau di Iran ini, itu bukan mazhab bagi saya. Kenapa? karena kita orang Indonesia berbeda dengan orang Turki. Berbeda dengan orang Sudan. Berbeda apanya, berbeda mazhab. Satu ikuti Syafii, Hanafi, Hambali, Maliki, tetapi tidak satu pun dari kita dan mereka yang mengkafirkan sahabat Rasulullah. Namun, coba tanya ke orang Iran. Kalau Syiah itu sekadar mazhab, dia tidak akan mengkafirkan sahabat,” terang Ustad Syamduddin.
Dia melanjutkan, sering muncul pernyataan bahwa Syiah bagian dari Islam.
Ustad Syamsuddin mengimbuhkan, memang jika mengacu kepada kitab para ulama, ada dua pendapat, seperti Imam Abu Hanifah, yang masih menganggap Syiah, seperti juga halnya kelompok Khawarij, Mu’tazilah, dan firqah Islamiyah lainnya, masih bagian ahlul kibla.
“Maka, posisi saya sendiri ketika ditanya, kesimpulan saya: Syiah dzahir-nya Islam. Bathinnya, saya tidak tahu. Walapun para ulama telah menunjukkan berbagai macam kekeliruan dan kesesatan dalam pandangan, keyakinan maupun amalan agama mereka. Namun, apabila orang Syiah mengkafirkan orang Islam, maka tuduhan tersebut akan berbalik kepada mereka sendiri. Jika mereka anggap Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar radiyallahu ‘anhuma itu kafir, lantas mereka anggap apa orang lain seperti kita ini semua?” tegas Ustad Syamsuddin.
Alumnus Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, yang pernah mengabdi di Majlis Qurra’ wa Al Huffaz di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, selama dua tahun itu, menyebut Syiah itu kafir kondisional. Artinya manakala mereka mengkafirkan sahabat Rasulullah, maka dengan sendirinya mereka termasuk kafir.
“Jadi, tidak perlu kita mengkafirkan Syiah. Sama seperti kucing, tidak perlu dikucingkan, karena memang dia sudah kucing, dan tidak perlu dimanusiakan. Maksudnya, jangan memanusiakan kucing dan mengkucingkan manusia,” tukas Ustad Syamsuddin.
Syiah bukan sekadar mazhab telah diulas secara lengkap DR Syamsuddin Arif dalam bukunya “Bukan Sekadar Madzhb: Oposisi dan Heterodoksi Syi’ah.”, yang sekarang ini masih dalam proses cetak.
Pembina Forpemi Sulawesi Selatan, Ustad Supriadi Yosuf Boni, Lc., yang memandu jalannya acara itu, menilai sangat tepat bagi seorang DR Syamsuddin Arif berbicara tentang Syiah dengan cukup komprehensif lantaran sebagai lulus doktor dari di Orientalisches Seminar, Johann Wolfgang Goethe Universitat Frankfurt, Jerman.
“Apalagi beliau ini menguasai banyak bahasa, seperti Arab, Inggris, sampai bahasa Ibrani,” pungkasnya.
Pengurus MIUMI Sulawesi Selatan, DR Ilham Kadir, yang hadir membuka acara itu, mengatakan penting untuk mendalami masalah Syiah, sebab ini menjadi ancaman bagi ummat Islam, sehingga butuh persiapan matang untuk melawan pergerakan kelompok Syiah.
“Dan kehadiran DR Syamsuddin Arif di tengah kita merupakan sebuah anugerah dikarenakan kapasitas keilmuan beliau yang sudah tidak dapat diragukan lagi ketika berbicara masalah Syiah,” tuturnya.
Kegiatan yang dimulai sejak selesai shalat Ashar hingga memasuki waktu Magrib itu dihadiri kalangan mahasiswa, aktivis ormas Islam, termasuk Ketua Lembaga Penelitia dan Pengkajian Islam (LPPI) Indonesia, KH M Said Abd Shamad, Lc., serta beberapa dosen.
Forpemi Sulawesi Selatan