Program Duat dan A’immah Ramadhan Atase Keagamaan Kedubes Arab Saudi yang bekerjasama dengan Kementrian Agama RI tahun ini berhasil mengirimkan dai sebanyak 110 orang. Mereka diterjunkan melihat persebaran dai yang begitu kurang di daerah-daerah di luar Jawa. Ada yang ditempatkan di Mentawai, Nias Selatan, Sangihe, hingga Papua.
Diantara mereka, Ust. Syamsuar Hamka. Ketua Departemen Kajian Strategis PP Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia ini juga ikut mengambil bagian dalam program tersebut. Ia ditempatkan di Kabupaten Labuhan Batu, Rantau Prapat, Sumatera Utara. Berikut laporan Tim Media LIDMI dalam kegiatan selama 10 hari pertama dalam safari dakwah di Tanah Batak ini.
“Assalamu ‘alaikum Ust. Syamsuar, bagaimana kabar ?”
Wa’alaikum salam warahmatullah, Alhamdulillah, bikhair…
“Selama disini kegiatan apa saja yang dilakukan ?”
Alhamdulillah, selama disini menjadi imam tetap shalat tarwih dan mengisi ceramah tarwih dan subuh di masjid al-Istiqomah.
“Bagaimana kesan pertama tinggal di Tanah Batak ?”
Sebenarnya, bukan kali pertama saya ke sumatera. Saya sebelumnya sudah pernah ke Jambi dan Pekanbaru, Alhamdulillah, dimana-mana orang Indonesia itu ramah-ramah. Termasuk di tempat ini. Apalagi, orang-orang yang tinggal di tempat ini didominasi orang Batak Melayu dan Jawa.
“Selain imam dan ceramah, kegiatan apa saja yang dilakukan ?”
Silaturahim dengan pemerintah. Kemarin sudah silaturahim dengan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Labuhan Batu dan Lurah Padang Bulan. Sekaligus memperkenalkan diri da mengundang beliau untuk Buka Puasa bersama.
“Menurut Ust. Bagaimana dakwah di Rantau Prapat ini ?”
Menurut ana, sebenarnya hampir sama juga di beberapa daerah di Indonesia. Disini dakwah sunnah sudah cukup dikenal, meski belum begitu besar namun sudah mulai berkembang karena berbagai kajian Sunnah sudah banyak. Apalagi disupport oleh Yayasan Ar-Risalah yang mendirikan Salam TV, Radio Salam, dan STAI as-Sunnah di Tanjung Morawa.
“Bagaimana tanggapan masyarakat dengan dakwah Sunnah ?”
Kita juga bisa dapati sama di daerah lain. Yang harus dihadapi dakwah sunnah adalah tradisi dan kebudayaan masyarakat setempat. Banyak kebiasaan yang bertolak belakang. Namun, karena dai-dai disini juga kuat berdakwah, Alhamdulillah hasilnya meski sedikit tetapi berlanjut.
“Maksud Ust. Kebudayaan seperti apa ?”
Ya… biasalah… masyarakat tradisionalis. Ada tahlilan, dzikir, dan doa, shalawatan, dan lain-lain. Semua itu kang memang boleh dibilang musuh utama dakwah Sunnah. Meski ada pendapat yang juga kuat memperpeganginya, ya… gesekan dan perbedaan itu tidak bisa dihindarkan.
“Apa saja gesekan yang ust. maksud ?”
Saya sekarang tinggal di Masjid PERSIS. Dan kita tahu bagaimana pandangan PERSIS terhadap tradisi seperti itu. Sama seperti Muhammadiyah dan al-Irsyad. Awalnya, Gerakan Persis ini sudah eksis awal tahun 90-an. Banyak Ustadz yang mengisi kajian. Termasuk yang membawa kajian itu adalah Ust. Suroto Hambali. Beliau sudah berumur 68 tahun, namun sampai sekarang masih aktif dalam berbagai syiar-syiar PERSIS.
Tantangan di masa dakwah beliau, selain karena daerah dibangunnya masjid ini jauh dari keramaian. Tempatnya tentu susah dijangkau. Tapi beliau berhasil membuat Shalat Jumat dan Iedhul Fitri pertama disini, hingga berlanjut sampai sekarang.
Diawal dakwah beliau, mulai 1 ramadhan sampai 1 syawal, rumah beliau dilempari batu orang yang tidak dikenal. Dan itu terjadi setiap malamnya, karena dianggap membawa ajaran sesat.
“Sampai sekarang, bagaimana perkembangan dakwahnya ?”
Secara umum sudah mulai terlihat. Meskipun masih dirasa eksklusif dan asing. Belum banyak yang bisa berbaur di masyarakat. Dan selain beberapa masalah internal lain.
“Masalah internal maksud Ust ?”
Yaa… masalah dana dan dai. Mereka disini kekurangan dai. Sehingga ilmu islam belum banyak yang diketahui, dan bisa menjad imam dan khatib. Semua pengurusnya adalah alumni sekolah umum. Jadi, agak sulit mendapatkan dai dan khatib. Apalagi imam yang cukup paham al-Quran dan fikih.
“Jadi, apakah sudah ada solusi ?”
Masalah disini memang banyak. Banyak tantangan. Termasuk masalah Narkoba dan pembinaan generasi Muda. Ditambah lagi minimnya dai, sehingga dakwah disini mungkin dibilang jalan ditempat. Tapi itu berlaku khusus untuk pengurus dan jamaah masjid di sini (PERSIS). Kalau dakwah salafy sudah berkembang juga, terutama dilakukan oleh Yayasan ar-Risalah al-Khairiyyah yang sudah membangun tiga masjid. 1 masjid terakhir berdekatan dengan masjid tempat saya ini.
“Kalau dikalangan pemuda, apakah sudah ada pembinaan khusus ?”
Belum saya temukan. Pemerintah juga saya belum mendapat ada perhatian khusus dari mereka. Disini ada beberapa kampus, ada namanya ULB, Universitas Labuhan Batu dan UNIVA, Universitas al-Washliyah. Memang al-Washliyah cukup besar disini.
“Lalu apa target ust. Selama sebulan ditempat ini ?”
Insya Allah selain silaturahim dengan pemerintah dan tokoh disini, saya juga ingin mengadakan pembinaan kepada anak-anak dan pemuda. Mudah-mudahan bisa mendapatkan jalurnya.
“Terakhir, apa harapan ust. buat para pejuang dakwah, khususnya di LIDMI ?”
Tentu kita berharap pengurus-pengurus sekarang, baik di tingkat pusat dan daerah, semuanya tersu belajar dan meningkatkan kualitas diri. Sebab dalam berdakwah butuh bekal yang kuat. Setidaknya, bacaan qur’an yang standar, hafalan yang baik, serta bahasa arab yang juga mendukung. Selain itu, ilmu metode dan uslub harus kita kuasai. Dan terakhir, perbanyaklah pengalaman dakwah di luar daerah. Kirim diri kita sendiri, kalau tidak ada yang mau mengirim kita. Dan merantaulah, selagi ada masih muda dan masih banyak kesempatan. Merantaulah kalau bukan untuk ilmu, merantaulah untuk dakwah ilallah… Merantau di Rantau Prapat…
“Terima kasih ust… Syukran”
‘afwan.