
Oleh: Andi Muhammad Akhyar (Ketua PP LIDMI)
Mengapa banyak para pengurus lembaga dakwah yang menolak diamanahkan sebagai ketua lembaga? Atau tidak sanggup mengemban amanah sebagai ketua lembaga? Atau tidak kapabel dalam mengemban amanah sebagai seorang pemimpin? Salah satu faktornya, karena sang pemimpin-pemimpin sebelumnya tak mempersiapkan mereka menjadi seorang pemimpin. Dalam bahasa pergerakan, tak ada ‘rekayasa kepemimpinan’.
Rekayasa Kepemimpinan Terhadap Rasulullah
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi seorang pemimpin, bukan perkara yang instan. Prosesnya melalui sebuah perjalan panjang skenario Allah subhanahu wata’ala untuk merekayasa (baca: mempersiapkan) beliau sebagai seorang pemimpin. Mahdi Risqullah Ahmad menyebutkan bahwa diawali dengan takdir Allah kepada beliau untuk dilahirkan sebagai seorang yatim dan jauh dari pendidikan ayah, ibu, dan kakeknya. Ayahnya meninggal saat ia masih di dalam rahim ibunya. Lalu beliau menghabiskan masa kanak-kanaknya yang pertama di wilayah pedalaman bersama Bani sa’ad dan jauh dari seluruh keluarga. Setelah itu, ibundanya tercinta meninggal dunia sehingga ia tidak bisa berlama-lama menikmati cinta kasih sang ibu. Bahkan, taklama setelah itu, ia pun harus kehilangan kakekya tercinta, Abdul Muththalib. Rentetan kesedihan tersebutlah yang merupakan bagian dari rekayasa Allah dalam menjadikan seorang Muhammad Shalallahu alaihi wasallam sebagai pribadi yang tangguh, tidak mudah berpangku tangan, dan mengharap belas kasihan orang lain sehingga kelak ia siap sebagai seorang pemimpin.
Lebih lanjut, Ibnu Katsir rahimahullahu menyebutkan bahwa Abu Nu’aim dengan sanad yang sampai kepada Utbah ibn Abdillah radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah, “Bagaimanakah keadaan Anda pada masa kecil, Rasulullah?, Beliau menjawab, “Aku telah disusui oleh seorang perempuan dari bani sa’ad Ibnu Bakr.” Hal ini juga merupakan bagian dari rekayasa kepemimpinan yang Allah lakukan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Mahdi Riskullah Ahmad menuturkan bahwa sudah menjadi kebiasaan masyarakat perkotaan arab kala itu, terutama dari kalangan bangsawan, untuk menyusukan bayi-bayi mereka kepada perempuan-perempuan badiyah (dusun atau kampung) yang tinggal di pedalaman. Hal itu dimaksudakan untuk menghidarkan anak-anak dari berbagai macam penyakit perkotaan, memperkuat fisik mereka,membiasakan dan mendidik mereka agar mandiri sejak kecil, tidak bergantung kepada kedua orang tua, nenek, dan kerabat lainnya. Termasuk juga untuk menjaga kefasihan logat bahasa arab mereka. fisik yang kuat, kemandirian, kedewasaan, dan kefasihan bahasa merupakan modal penting bagi seorang pemimpin.
Imam bukhari (no. 364) dan imam muslim (no. 340) meriwayatkan bahwa Muhammad muda ikut bergotong royong bersama kaumnya untuk membangun kembali ka’bah yang sempat roboh. Beliau membantu menyusun batu-batu yang akan ditata, tapi jubah bagian bawahnya tidak dibuka seperti orang lain. Melihat hal itu, pamannya Al-Abbas menyuruhnya melepas jubbah (baca:telanjang) untuk ditaruh dibahu agar tidak lecet bila memanggul batu. Muhammad pun mengikuti saran pamannya. Namun baru saja menirukan adat jahiliyah itu (telanjang), tiba-tiba beliau pingsan. Sejak saat itu, beliau tidak pernah lagi terlihat telanjang.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang menggembalakan kambing milik keluarga Halimah binti Abi Dzuaib dari Kabilah as Sa’diyah, tiba-tiba beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangi dua malaikat, lalu keduanya membelah dada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengeluarkan bagian yang kotor dari hatinya. Peristiwa ini telah dijelaskan oleh Anas bin Malik dalam hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim.
Juga telah dijelaskan sendiri oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Ketika aku sedang berada di belakang rumah bersama saudaraku (saudara angkat) menggembalakan anak kambing, tiba-tiba aku didatangi dua orang lelaki-mereka mengenakan baju putih- dengan membawa baskom yang terbuat dari emas penuh dengan es. Kedua orang itu menangkapku, lalu membedah perutku. Keduanya mengeluarkan hatiku dan membedahnya, lalu mereka mengeluarkan gumpalan hitam darinya dan membuangnya. Kemudian keduanya membersihkan dan menyucikan hatiku dengan air itu sampai bersih”.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad disebutkan:
“…… keduanya lalu bersegera mendekati dan memegangiku. Kemudian aku ditelentangkan, kemudian membedah perutku. Kedua malaikat itu mengeluarkan hati dari tempatnya dan membedahnya. Selanjutnya mereka mengeluarkan dua gumpalan darah hitam darinya ……”
Pingsannya Muhammad kecil saat disuruh melepas jubah untuk ditaruh ke bahu oleh pamannya (sehingga tersingkap auratnya) dan dibelahnya dada beliau, adalah bagian dari rekayasa kepemimpinan yang Allah lakukan terhadap Muhammad. Terjaganya seseorang dari maksiat dan mensucikan hatinya adalah perkara penting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin agar punya ruh yang kuat untuk memikul amanah kepemimpinan.
Al Bukhari menuturkan, bahwa Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Tidak ada seorang nabi pun, melainkan ia pernah mengembalakan kambing’. Para sahabat bertaya, ‘Bagaimana dengan Anda, Rasulullah?’, Rasulullah menjawab, ‘Ya, aku juga pernah mengembalakan kambing milik penduduk Mekah di Qararith’.”
Para nabi ditakdirkan sebagai pengembala kambing merupakan rekayasa besar Allah agar kelak mereka dapat mejadi pemimpin. Ibnu Hajar berkata, para ulama mengatakan bahwa hikmah pengilhaman para nabi dan rasul agar mengembalakan kambing sebelum diangkat menjadi nabi dan rasul adalah saran untuk melatih kesiapan mereka dalam memikul tanggung jawab dan mengatur urusan umat. Sebab, ketika mengembalakan kambing dibutuhkan ketabahan dan kesabaran. Jika mereka bisa sabar dan tabah (sukses) dalam pengembalaan, seperti mengumpulkan kembali kambing-kambing setelah berpencar kesana kemari, memindahkan mereka dari satu padang ke padang rumpit yang lain, menjaga mereka dari serangan binatang-binatang lain yang mengincar setiap saat, memahami dan menangani watak masing-masing kambing gembalaannya, kemudian menghimpun kambing-kambing itu dalam satu kelompok, niscaya dalam dirinya akan terbangun kesabaran dan ketabahan yang akan sangat dibutuhkan dalam mengurus umatnya…”
Mahdi Riskullah Ahmad menyebutkan bahwa dengan pengembalaan itu, Muhammad akan terekayasa menjadi orang yang punya kedalaman perasaan dan ketinggian solidaritas. Beliau memang masih kecil saat itu danmasih dalam tanggungan pamannya.Namun saat beliau merasa telah mampu bekerja, beliau berinisiatif meringankan beban kerja pamannya.Tingkat penerimaan masyarakatterhadap seorang pemimpin, sangat dipengaruhi dari seberapa besar kiprah dan pengabdian orang tersebut kepada masyarakat.
Seorang pemimpin, memang dituntut untuk terus berpijak pada kemampuan dan jerih payahnya sendiri (ba’dallah). Ini juga semakin menegaskan rekayasa Allah untuk mendidik Muhammad menjadi orang yang mandiri, tidak terus menerus bergantung dari pemberian dan belas kasihan orang lain.
Rekayasa Kepemimpinan Terhadap Abu Bakar
Al Bukhari (no.3905) meriwayatkan bahwa Ibnu Ishaq menceritakan, ketika izin dan perintah hijrah turun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi ke kediaman Abu Bakar radhiallahu ‘anhu dengan mengenakan cadar (menyamar) pada waktu yang tidak biasa beliau datang, yaitu pada tengah hari ketika terik matahari sedang panas-panasnya. Begitu diberi tahu tentang kedatangan beliau, Abu Bakar sadar bahwa kedatangan beliau di luar kebiasaan dan dengan cara yang tak biasa dilakukan itu, pasti untuk suatu keperluan yang sangat penting. Setelah Abu Bakar mempersilakan masuk, Rasulullah meminta agar semua orang yang ada di rumah itu tidak menemuinya supaya mereka tidak mendengar apa yang akanbeliau katakan. Namun Abu Bakar menenangkan beliau dengan mengatakan bahwa semua yang ada dalam rumah ini adalah keluarga beliau sendiri. Setelah yakin dengan ucapan Abu Bakar, beliau mengabarkan bahwa Allah telah mengizinkan dirinya untuk berhijrah.Selanjutnya, beliau meminta Abu Bakar untuk menemani perjalanan beliau sebagaimana pernah beliau isyaratkan beberapa waktu sebelumnya.
Begitu banyak pelajaran yang bisa diambil dari peritiwa hijrahnya Rasulullah dari Mekah ke Madinah. Namun salah satu yang penulis akan angkat ialah keputusan Rasulullah untuk memilih Abu Bakar sebagai teman hijrahnya, bukanlah perkara kebetulan namun ini merupakan rekayasa kepemimpinan yang Rasulullah lakukan terhadap Abu Bakar.
Di sana masih ada Umar, Utsman, atau pun Ali radhiallahu ‘anhum, namun mengapa beliau memilih Abu Bakar? Sebuah Isyarat bahwa Abu Bakar sedang beliau rekayasa untuk menjadi pemimpin kaum muslimin berikutnya. Dengan kebersamaan tersebut, akan banyak ilmu yang Abu Bakar bisa dapatkan, baik ilmu agama secara umum, lebih khusus lagi ilmu kepemimpinan. Memang seperti itulah seorang pemimpin, harus mempersiapkan pemimpin setelahnya. Salah satu ciri pemimpin besar adalah ia dapat merekayasa lahirnya pemimpin besar berikutnya.
Ketika sakit Rasulullah semakin keras menjelang wafatnya, dan tidak dapat lagi keluar rumah walau untuk sholat berjama’ah sekalipun, pada saat itu beliau berkata, “Perintahkanlah Abu Bakar untuk mendirikan sholat bersama orang-orang (menjadi imam)”. Sebenarnya, Aisyah radhiallahu ‘anha, istri Rasulullah dan anak Abu bakar, sempat berkata, “Rasulullah, Abu Bakar adalah orang yang lemah hati dan lemah suara. Kalau Anda memerintahkannya untuk menggantikan Anda, orang-orang tidak akan mendengarnya. Bagaimana kalau Umar saja?”.Namun Rasulullah dengan tegas menjawab, “Perintahkan oleh kalian supaya Abu bakar (memimpin) sholat”.
Setelah beberapa waktu ditunggu, Abu Bakar tak juga hadir di masjid.Maka Abdullah Ibnu Zam’ah meminta Umar untuk menjadi imam sholat. Ketika mendengar suara Umar, Rasulullah berkata, “Allah dan kaum muslimin tidak menghendaki yang demikian itu (2x)”. Akhirnya Abu Bakar pun datang dan sejak saat itu beliau selalu memimpin sholat jama’ah.
Bahkan suatu ketika, Rasulullah merasa agak nyaman dan memutuskan sholat dzuhur berjama’ah di masjid. Saat itu Abu Bakar sedang mengimami orang yang ada di masjid.Abu Bakar berniat mundur, namun Rasulullah memberi isyarat agar beliau tidak usah mundur. Beliau berkata, “Dudukkan aku di samping Abu bakar”. Beliaupun sholat di samping Abu Bakar sedangkanorang-orang melanjutkan sholat diimami oleh Abu Bakar. Penunjukan Abu Bakar sebagai imam, selain sebagai isyarat Rasulullah bahwa beliaulah pemimpin umat sepeninggalnya, juga merupakan contoh rekayasa kepemimpinan Rasulullah terhadap Abu bakar.
Rekayasa Kepemimpinan Dakwah Kampus
Demikianlah seharusnya dalam tubuh lembaga dakwah kampus, adalah sebuah kesalahan apabila penentuan ketua baru ditetapkan saat muktamar. Sebagaimana cara Allah merekayasa Rasulullah agar beliau siap menjadi seorang pemimpin ataukah cara Rasulullah merekayasa Abu Bakar agar siap mejadi pemimpin, maka seharusnya seperti itulah pemimpin lembaga merekayasa kader-kader potensial untuk diformat menjadi pemimpin berikutnya.
Setelah training tahap awal selesai, sejak saat itulah seorang pemipin mencari bibit potensial untuk direkayasa menjadi pemimpin. Cari yang paling hanif, paling terjaga dari maksiat, paling kuat ibadahnya, paling ikhlas dalam kerjanya, paling mampu merangkul taman-teman, paling mandiri, paling dewasa, senang membantu orang lain, dan paling kuat fisiknya.
Segala kriteria tersebut tak akan mungkin sempurna kita dapati di awal, namun yang paling penting adalah mencari yang paling menonjol dan paling terdepan dibandingkan kader-kader yang lain. Setelah itu, kader yang paling potensial tersebut harus terus dikontrol, dibersamai; Ketika ada kegiatan yang butuh safar atau mungkin sekedar bepergian ke suatu tempat, maka seorang ketua harus mengajak kader tersebut duduk di dekatnya, naik mobil atau motor bersama, sebagaimana Rasulullah meminta Abu bakar membersamainya dalam Hijrah. Saat bersama seperti inilah waktunya transfer visi dan misi dakwah serta memahamkan ia kondisi internal lembaga. Dengan demikian, segala pengetahuan, cita-cita, dan masalah internal lembaga yang ada di pikiran sang ketua, dapat diketahui pula oleh sang ‘calon ketua’ tersebut.
Kader tersebut harus sering diberikan amanah sesuai tingkat ilmunya; sebagai ketua panitia, pemimpin rapat, atau ketua departemen sebagaimana Allah merekayasa Rasulullah dengan diberikan amanah mengembalakan kambing. Bahkan tingkat kesulitan dan kerumitan amanah tersebut harus terus ditingkatkan seiring peningkatan ilmu dan kekaderan yang dimiliki oleh kader tersebut; diawali naqib halaqoh tarbiyah, ketua panitia tingkat jurusan, ketua panitia tingkat fakultas, ketua panitia tingkat universitas, hingga ketua panitia tingkat nasional dan internasional. Ini sebagaimana Allah terus meningkatkan tingkat ujian kepada Rasulullah; awalnya ditinggal pergi oleh ayahnya sejak dikandungan, lalu ibunya meninggal saat ia masih kecil, dan paman, anak, maupun istrinya meninggal kemudian. Ketika sang ketua sedang sakit, atau keluar daerah, maka PJS (Penanggung Jawab Sementara) ketua umum seharusnya diberikan kepada sang ‘calon ketua’ tadi sebagaimana Rasulullah mem-PJS-kan Abu Bakar jadi imam sholat ketika beliau sedang sakit.
Jika program rekayasa kepemimpinan ini berjalan, maka kita akan mendapati kader-kader yang siap menjadi ketua LDK berikutnya selayaknya Abu Bakar yang juga siap menjadi khalifahnya Rasullullah. Karena telah sering diajak bekerja bersama, transfer visi telah jalan, sering diberikan amanah yang bertahap dan berkesinambungan, ia telah diminta menjadi PJS ketua umum, hal ini akan membentuk mental kader ‘siap’ untuk menerima amanah. Para pengurus lain pun akan dengan senang hati menerima beliau menjadi ketua mereka yang baru karena memang telah nampak isyarat-isyarat dari ketua sebelumnya dan telah nyata dedikasinya. sebagaimana kaum Muhajirin dan Anshor yang siap menerima kepemimpinan Abu bakar karena telah paham dengan isyarat dari Rasulullah dan telah nyata dedikasinya.
Durasi Program Rekayasa Kepemimpinan
Rekayasa kepemimpinan ini, tentu bukan perkara yang mudah. Rasulullah shallahu alaihi wasallam menjadi nabi pada umur 40 tahun, padahal hanya 23 tahun lamanya mengemban amanah sebagai pemimpin umat. Artinya, program ‘rekayasa kepemimpinan’ terhadap beliau, butuh waktu 40 tahun, jauh lebih lama dibandingkan lamanya beliau menjadi pemimpin. Abu bakar radhiyallahu anhu pun demikian, memimpin hanya kurang lebih 2 tahun, namun rekayasa kepemimpinan oleh Rasulullah terhadap Abu Bakar berlangsung selama 23 tahun. Lamanaya masa rekayasa kepemimpinan, jauh lebih lama dibandingkan masa kepemimpinannya.
Dalam kondisi kekinian dan kedinian LDK, jika masa kepemimpinan dalam LDK selama setahun, maka dibutuhkan waktu yang lebih lama dari satu tahun untuk melakukan rekayasa kepemimpinan.
Refference:
Ahmad, Mahdi Risqullah.2014. Biografi Rasulullah: Sebuah Studi Analitis Berdasarkan Sumber-Sumber Yang Otentik. Jakarta: Qisthi Press.
Akhyar, Andi Muh. 2015. Aktivis Dakwah Kampus; Problematika dan Solusi. Yogyakarta: Pustaka Belajar Islam.
Al Mubarakfuri. 2010. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al Kautsar.
Ibnu Hajar, Ahmad Ibn Ali Ibn Muhammad Al-Kanani.Fath al-Bari Syarh Shohoih al Bukhari. Kairo: Maktabah al-Kulliayat al-Azhariyyah, 1978 M
Ibnu Katsir. Al Bidayah wa An Nihayah. Muhammad Abdul Aziz An Najr (ed.). Kairo: Mathba’ah Al-Fujala Al Jadidah, tt.
Ibnu Katsir. 2014. Shohih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir.
Sambil menunggu waktu berbuka puasa,
Senin, 8 Februari 2016
Pukul 18.15 WITA
@Rumah inspiratif; BDP F25