Sering kita mendengar kata perjuangan. Perjuagan Rasulullah dan para sahabat dalam menegakkan addienul Islam, perjuangan para pahlawan yang gugur di medan perang, perjuangan seorang Ibu takkala mengandung hingga melahirkan si buah hati, perjuangan seorang suami menahan panas terik dan deras hujan dalam mencari nafkah, demi untuk anak dan istrinya di rumah, dan perjuangan-perjuangan yang lain dengan aktor dan tujuan yang berbeda- beda. Ketika mendengar kata perjuangan apa yang terbetik dalam benak kita ? lelah, tangis, peluh, suka, duka, canda, tawa,luka, bahwa nyawa adalah hiasan- hiasan perjuangan yang senantiasa akan menghiasi perjuangan. Yah, itulah gambaran perjuangan dan setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan.
Seorang yang beriman dan secara khusus para aktivis dakwah akan melewati empat tahapan perjuangan. Perjuaangan menuntul ilmu (syar’i), perjuangan mengamalkan ilmu, perjuangan mendakwahkannya, dan perjuangan untuk bersabar di atas dakwahnya. Empat tahapan perjuangan tersebut bagai hirarki mata rantai, yang saling terikat dan terpaut antara satu dengan yang lain, dan tidak bisa didikotomikan. Oleh karena itu, seorang aktivis sejati akan senatiasa memadukan, mengktualisasikan, dan merasakan pahit getir tahapan-tahapan pejuangan dalam kehidupannya. Hingga pada akhirnya, tahapan perjuangan itu berhenti,,katika nafas sudah hilang tak dikandung badan lagi
Namun terkadang, para aktivis dakwah itu dilanda kebingungan. Mereka dihadapkan dengan dua pilihan. Apakah fokus menuntut ilmu saja dulu dan tidak usah terlibat dalam agenda-agenda dakwah, atau berdakwah saja dan tidak usah menuntut ilmu ? bagaimana ketika syubhat ini menghimpiri kita? Pilihan makna yang mesti didahulukan ? bagaimana cara menyikapinya ?, maka jawabanya sekali lagi, kedua- duanya harus berjalan beriringan karena dia adalah satu kesutuan yang utuh dan tidak ada DIKOTOMI PERJUANGAN. Mengapa ? karena, dalam dakwah seorang aktivis wajib berdakwah dengan ilmu, begitupun ilmu wajib diamalkan dan didakwahkan. Maka tentu bukan alasan yang tepat, jika menjadikan fokus menuntut Ilmu membuat kita berhaenti atau melalaikan agenda-agenda dakwah, atau juga tentu saja tidak tepat jika karena alasan berdakwah lantas membuat kita terhalang untuk menghadiri majelis- majelis Ilmu (exp : tarbiyah dan ta’lim), yang sebenarnya sangat bisa untuk diatur dan dipadukan. Begitulah pula gambaran para sahabat Nabi Shalallahu’alaihi wasallam, tentang Ilmu mereka adalah orang punya semangat yang besar dalam menghadiri majelis- majelis Rasulullah, bahkan dedaunan yang jatuh dari rantingnya tidak akan sanggup menerobos kerapatan mejelis mereka, begitu juga dengan dakwah mereka- merekalah sosok yang senantiasa begerak, menyeru, mengajak manusia untuk kembali kedalam petunjuk dan Ridho Allah Azza wajallah, yakni Islam.
Tulisan sederhana ini, semoga bisa jadi renungan bagi kita.Semoga kita diistiqomahkan dalam perjuangan ini, hingga kita berjumpa dan memandang wajah Allah Subhanawata’ala di Jannah-Nya sebagai buah terindah dari sebuah perjuangan. Wallahu’alam bissawab
Akhukum, alfaqir ilallah
Muhammad Alwi ( Ketua LIDMI Makassar)