Zakir Naik, Hafidzahullah, Seorang Da’i Internasional dari India yang cukup fenomenal dengan aksi panggungnya yang menawan. Kharisma, kecerdasan dan kehebatannya tidak diragukan lagi, sangat nampak dari tutur dan gesture beliau. Berbagai tempat dan Negara pun sudah di kunjungi dalam rangka menyampaikan pesan-pesan Islam yang Indah. Indonesia kali ini menjadi destinasi dakwah beliau, selama beberapa waktu kedepan dr. Zakir Naik akan mengunjungi 6 Kota besar di negeri ini dan akan menyampaikan dakwah di hadapan puluhan ribu peserta, dan terbuka tidak hanya bagi kalangan muslim saja tapi juga bagi nonmuslim. Kota pertama yang mendapatak kehormatan untuk menerima kunjungan beliau adalah Bandung, tepatnya di Gymanasium Universitas Pendidikan Indonesia, tempat yang cukup representative untuk menampung puluhan ribu pasang mata.
Tema dakwah beliau di Bandung adalah tentang Da’wah or Destruction, tema yang sebenarnya cukup eksklusif bagi kalangan muslim, meski demikian undangan tetap terbuka bagi kalangan nonmuslim yang ingin mendengarkan langsung ceramah dr. Zakir Naik. Dalam kesempatan tersebut, dr. Zakir Naik menyampaikan tentang kewajiban berdakwah yang menjadi tugas dan beban setiap muslim. Kalimat yang senantiasa diagungkan oleh Rasulullah kepada ummatnya, yakni menyerukan kepada penyembahan kepada Tuhan yang Esa, menyeru kepada Tauhid. Beban ini akan menjadi pertanggungjawaban yang berat di akhirat kelak, ketika ada suadara, kerabat, teman, atau tetangga kita yang nonmuslim kemudian meninggal dalam keadaan tetap sebagai nonmuslim, dan selama hidupnya tidak ada usaha yang kita lakukan untuk menyampaikan dakwah kepada mereka. dr. Zakir Naik menguatkan ceramahnya dengan pembahasan tentang Q.S Al-ashr, dimana Allah bersumpah dengan waktu dan menyatakan kerugian bagi seluruh manusia kecuali bagi mereka yang beriman, beramal soleh, dan saling bernasehat dalam kebaikan dan kesabaran. Dua poin terakhir adalah tentang dakwah. dr. zakir Naik juga senantiasa mengingatkan dan menegaskan bahwa yang diperintahkan kepada kita adalah mengajak bukan menghancurkan. Praktek yang secara umum alhmdulillah telah terlaksana dengan baik di Indonesia, karena nonmuslim di Indonesia tidak mendapatkan gangguan dan ancaman dari kalangan kaum muslimin ketika hendak menjalankan kewajiban agama mereka.
Dalam sudut pandang penulis, sebenarnya ada hal yang cukup menarik dari kedatangan dr. Zakir Naik ke Indonesia, karena bertepatan dengan momen pilkada di Ibukota yang salah satunya melibatkan calon nonmuslim. Mengapa menarik? karena objek dakwah beliau selama ini memang dikenal cukup fokus kepada kalangan nonmuslim ataupun muslim yang mengalami distorsi paradigma tentang Islam dan Alquran. Kedatangan beliau sangat tepat dengan momentum pilkada yang telah membuat banyak kegaduhan karena adanya perbedaan paradigma tentang kepemimpinan dalam Islam, bahkan dikalangan internal kaum muslimin sendiri.
Sebelum membawakan dakwahnya di Bandung, dr. Zakir Naik sempat mengunjungi DPR untuk bersilaturahmi, juga mengunjungi markaz dakwah Daaruttauhid di Bandung, dan benar saja di kedua tempat tersebut dr. Zakir Naik dimintai tanggapannnya tentang kepemimpinan dalam Islam. Pun demikian ketikan beliau hafidzahullah, selesai membawakan ceramah di UPI, pertanyaan pertama dari audience yang mendapatkan kesempatan juga perihal konsep kepemimpinan dalam Islam dan kepemimpinan nonmuslim bagi ummat Islam. Jawaban beliau pada 3 kesempatan berbeda tetap sama, bahwa kepemimpinan dalam Islam adalah sesuatu yang sudah sangat jelas, kaum muslimin tidak diperkenankan menjadikan orang-orang dikalangan nonmuslim sebagai pemimpin-pemimpin mereka. Kata-kata Auliya pada Q.S Al-Maidah 51 salah satunya bermakna pemimpin, meski tidak hanya sebatas pemimpin, mencakup juga pelindung dan teman dekat. Ketika kita menolak perintah Allah maka bersiaplah untuk tidak mendapatkan pertolongan dari Allah. Apalah gunanya mendapatkan berbagai kemewahan dan fasilitas duniawi, tapi mendapatkan ancaman murka dan siksa dari Allah.
Ketika penanya berusaha memberikan argument bahwa kepemimpinan nonmuslim yang terjadi selama ini di Jakarta memberikan perubahan yang sangat positif, kemiskinan diberantas, korupsi dan kecurangan dilawan, serta pembangunan jalan dan fasilitas umum sangat terasa dampaknya. dr. Zakir Naik kemudian memberikan argument bahwa kesuksesan dalam pandangan Islam bukan tentang ukuran dan standard yang sifatnya duniawi, tapi kesuksesan dalam Islam adalah sejauh mana kita mampu melaksanakan perintah Allah, dan tentu saja yang kita kejar adalah kesuksesan hakiki dengan masuk kedalam surga. Sehebat apapun nonmuslim, mereka tetap tidak berarti bagi kaum muslimin karena meskipun mereka mampu membangun jalan dan jembatan yang megah, tapi statusnya sebagai nonmuslim akan senantiasa membuka jalan bagi kita menuju neraka, karena nonmuslim tidak akan mungkin membimbing kita untuk mentaati perintah Allah dan membawa kita menuju surga. Tidak berguna status kekayaan dan berbagai label kesuksesan dunia ketika kehidupan akhirat kita sengsara dan berakhir dengan siksaan di neraka. Ketika kembali ditanya tentang nonmuslim yang membangun masjid dan memberangkatkan umroh para marbot, maka dengan tegas dr. Zakir Naik menjawab bahwa hal tersebut merupakan tanda kemunafikan, karena nonmuslim membangun masjid tapi dia sendiri tidak melaksanakan sholat, serta tidak rukuk dan sujud di masjid tersebut. ini jelas-jelas merupakan hal yang sangat bertentangan dan sangat tidak dapat dipercaya. Bagaimana mungkin dia membangun masjid padahal dia sendiri tidak meyakini kebenaran ajaran agama tersebut. hal tersebut adalah sebuah keanehan yang nyata.
oleh: Muhammad Amirullah Sibali (Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung dan Pengurus LIDMI INDONESIA
*Tulisan ini dimuat di Harian Amanah edisi Rabu, 5 April 2017