Abad ke-15 merupakan salah satu episode penting dalam sejarah Barat. Muhammad Isa Anshory, mengutip Abu’l Hasan Ali Al-Nadwi menyatakan bahwa abad ini merupakan abad terpenting bagi bangsa barat, bahkan bagi umat manusia. Sekalipun pendapat ini masih dapat didiskusikan, namun masa-masa yang akan datang memang sangat terpengaruh dengan abad ini. Pada masa ini orang-orang Eropa berusaha bangkit dari keterpurukan mereka selama berabad-berabad. Mereka bersemangat melakukan penemuan dan penciptaan. Orang-orang Eropa menyeberangi lautan, mengarungi samudera, keluar dari negeri mereka ke tempat-tempat yang jauh, hingga mereka menemukan tempat-tempat penting berupa pusat-pusat perdagangan dunia. Mereka membangun komunitas lalu mendirikan rezim koloni untuk memonopoli perdagangan dan melancarkan Misi Kristen. Inilah awal mula penyeberan Misi Kristen sekaligus penjajahan barat atas dunia Islam.
Petualangan bangsa Eropa erat kaitannya dengan Trados de Tordesillas (Perjanjian Tordesillas) yang diputuskan pada tanggal 7 Juni 1494 yang menyatakan extra ecclesia nulla salus (di luar gereja tidak ada keselamatan) Perjanjian ini merupakan kesepakatan antara Kerajaan Kristen Spanyol dan Kerajaan Kristen Portugis yang dimediasi oleh gereja Katolik. Sebagaimana dicatat Sjamsudduha (1987), perjanjian Tordesillas bermula tatkala Portugis tidak setuju dengan warkat (bull) Intercaetera dari Paus Alexander IV tanggal 4 Mei 1493. Warkat itu memberi hak kepada Spanyol untuk memiliki tanah-tanah yang ditemui dalam pelayarannya di sebelah timur garis batas meridian di sebelah barat Pulau Verde. Persetujuan Tordesillas kemudian diperkuat oleh Paus Julius II pada tanggal 24 Juni 1506. Dalam perjanjian ini garis meridian dipindahkan 370 derajat di sebelah barat Pulau Verde Samudera Atlantik. Pulau-pulau dan penduduk yang ditemukan di sebelah barat garis meridian itu merupakan hak milik Spanyol dan sebelah timurnya menjadi hak milik Portugis. Perjanjian ini memberi wewenang pada Portugis untuk menguasai wilayah Asia (demarkasi Timur) dan Spanyol untuk menguasai seluruh wilayah demarkasi barat yang meliputi Amerika (termasuk Amerika Latin) dan Filipina. Inilah kesepakatan antara Portugis dan Spanyol yang dimediasi oleh pimpinan tertinggi Katolik. Malah boleh dikata, Paus-lah yang membagi wilayah bumi – tentu saja kecuali Eropa – untuk dijajah oleh kedua kerajaan Katolik itu. Pembagian wilayah ini diibaratkan membagi dunia layaknya buat jeruk. Atas dasar perjanjian inilah Spanyol dan Portugis melanjutkan ekpedisi mereka. Karena penjelajahan mereka ke berbagai negeri tidak terlepas dari pengaruh Paus, maka aktifitas mereka di kemudian hari pun sangat terkait dengan misi penyebaran agama.
Berkat perjanjian dua kerajaan Kristen ini, Bartolomos Dias bersama armadanya berlayar ke negeri-negeri di sebelah timur benua Eropa dengan mengelilingi benua Afrika. Tiga tahun kemudian, pada tahun 1497 Vasco da Gama memimpin armadanya berlayar ke negeri-negeri Timur. Mereka melewati rute mengelilingi pantai Afrika bagian barat, hingga melewati Cape of Good Hope (Tanjung Harapan Baik) lalu menyisir pantai Timur Afrika. Setahun setelah pelayaran, akhirnya mereka tiba di Kalikut, pantai Barat India. Momentum bersejarah ini terjadi pada tanggal 20 Mei 1498.
Baik di Tanjung Harapan Baik maupun di Kalikut, orang-orang Portugis tidak diterima oleh penduduk setempat. Mereka justru disambut dengan rasa permusuhan karena mereka selalu ingin memonopoli perdagangan. Perlu diketahui, dari pantai timur Benua Afrika sampai pantai-pantai Timur India merupakan rute pelayaran dan perdagangan orang-orang Arab yang notabene Muslim. Kedatangan bangsa Postugis yang ingin memonopoli perdagangan merupakan gangguan bagi perdagangan internasional kala itu.
Meskipun Vasco da Gama tidak berhasil menjalin persahabatan dengan raja Kalikut, tidak berhasil membawa barang-barang dagangan yang memadai, namun sesungguhnya perjalanan ini tidaklah sia-sia. Pelayaran itu sangat berharga bagi bangsa Portugis di kemudian hari. Inilah ekspedisi pertama mereka yang akan menentukan ekspedisi mereka selanjutnya.
Ekspedisi Portugis kemudian dilanjutkan oleh Cabral. Seperti pendahulunya, Cabral tidak berhasil menjalin hubungan dagang dengan raja Kalikut. Kehadiran Cabral dan armadanya memicu benturan fisik dengan pedagang-pedagang Arab. Maka ia pun berlayar ke Kochin. Di sini Cabral mendapatkan barang dagangan yang melimpah untuk dipasarkan di Eropa.
Keberhasilan Cabral memotivasi Vasco da Gama. Ia melakukan ekspedisinya yang kedua. Kali ini ia berhasil. Atas siasatnya mendukung raja Kochin menghadapi serangan raja Kalikut, Vasco da Gama mendapatkan izin mendirikan benteng di Konchin. Bukan hanya itu, ia juga mendapatkan hak atas monopoli perdagangan. Tidak berselang lama, pada tahun 1500 Portugis telah mulai mapan di Kalikut. Hanya butuh dua tahun bagi Portugis untuk menduduki Kalikut sejak mereka ditolak pada tahun 1498.
Tidak puas sekedar memonopoli perdagangan di Kochin dan Kalikut, Portugis melirik Goa, bandar dagang yang didirikan para saudagar Muslim lima tahun sebelumnya. Kedudukan Goa sebagai salah satu sentra perdagangan memang sangat strategis. Goa terletak di sebuah pulau yang hanya dipisahkan oleh selat yang sempit dengan daratan India. Posisinya tepat di tengah garis pantai barat India. Dengan menguasai Goa, Portugis berharap mendapat keuntungan yang melimpah-ruah dari penerapan cukai pelabuhan yang tinggi.
Sembilan tahun menduduki Goa, Portugis mengangkat Alfonso d’Albuqurque sebagai wakil Portugis di India. Namun ternyata keuntungan dari monopoli perdagangan dan cukai pelabuhan Goa tidak seperti yang dicita-citakan. Ternyata di tempat yang jauh dari Goa, tumbuhlah Malaka sebagai kota dagang internasional. Malaka kian ramai. Sebaliknya Goa kian sepi. Alfonso tidak sabar melihat kondisi ini. Ia memutuskan menginvasi Malaka.
Sebelum invasi Portugis, Malaka telah menjadi pusat perdagangan internasional di bawah pemerintahan Islam. Para pedagang Arab, Cina, India, dan Nusantara hidup dalam harmoni. Kedatangan Portugis bukan sekedar menduduki Malaka, tapi juga mengubah wajah Malaka menjadi kawasan yang tidak menyejukkan untuk perdagangan.
Pada mulanya Alfonso d’Albequrque tidak serta-merta menyerang Malaka. Ia terlebih dahulu mengirim utusan mahabbah. Utusaniniditugaskan menjalin hubungan dagang dengan raja Malaka, sebagaimana pada tahun 1498 Portugis berupaya menjalin hubungan dagang dengan raja Kalikut. Namun sebagaimana dulu di Kalikut, kehadiran Portugis tidak disambut baik penduduk Malaka. Para pedagang internasional yang telah mengetahui sepak terjang Portugis di India memberitahu perihal ini pada Sulthan. Menurut Buya HAMKA, sejatinya kedatangan armada Portugis pada tahun 1509 ke Malaka ialah untuk menyelidiki kelemahan Kerajaan Islam itu.
Pada tahun 1511 Alfonso kembali mengatur siasat. Ia menyadari bahwa tidak mungkin Portugis menguasai Malaka kecuali dengan jalan peperangan. Alfonso pun menghimpun balatentaranya. Ia menyiapkan satu armada berkekuatan 19 kapal perang dan 800 pasukan yang terdiri dari para pelayar dan serdadu.
Alfonso memimpin balatentaranya ke Malaka. Tanggal 25 Juli 1511 Portugis menyerang secara mendadak. Tanggal 10 Agustus 1511serangan kedua dilancarkan. Akhirnya Malaka jatuh sekalipun jumlah tentara mereka lebih banyak. Alfonso menguasai Malaka. Sebagaimana di Kochin dan Malikut, Portugis kemudian memonopoli pelayaran dan perdagangan di Malaka. Akhirnya mereka bebas mendirikan benteng setelah sebelumnya ditolak keras oleh pihak kerajaan.
Kejatuhan Malaka menandai babak penting penjajahan atas Nusantara, dan tentu saja, Misi Kristen. Segera setelah menduduki Malaka, Alfonso d’Albuqurque berseru, “Tugas besar yang harus kita abdikan kepada Tuhan kita dalam mengusir orang-orang Moor (Muslim) dari negara ini dan memadamkan api Sekte Muhammad sehingga ia tidak muncul lagi sesuah ini…. Saya yakin, jika kita berhasil merebut jalur perdagangan Malaka ini dari tangan mereka (orang-orang Moor), Kairo dan Mekah akan hancur total dan Venice tidak akan menerima rempah-rempah kecuali para pedagangnya pergi dan membelinya di Portugal.
Jadi selain ingin meraup untung dengan cara memonopoli pelayaran dan perdagangan, Portugis juga bermaksud menyebarkan Misi Kristen pada satu sisi, dan pada sisi lain ingin menghalangi bahkan ‘memadamkan’ agama Islam ‘sehingga ia tidak muncul lagi sesudah ini’. Upaya merebut jalur perdagangan juga dimaksudkan untuk melumpuhkan pusat-pusat kota umat Islam seperti Kairo dan Mekah, sebab jika jalur perdagangan dikuasai Portugis yang notabene memiliki dendam kesumat kepada umat Islam pasca Perang Salib, maka seperti diharapkan Alfonso d’Albuqurque, para pedagang Muslim harus membelinya di Portugal.
Perlu penulis sebutkan disini, kenyataan bahwa Misi Kristen membonceng penjahahan, diingkari beberapa sarjana Kristen. Tokoh-tokoh Kristen Indonesia seperti Dr. W.B. Sidjabat dan TB Simatupang berusaha mengelak bahwa penjajahan telah membentangkan jalan bagi Misi Kristen. Menurut mereka, para missionaris tidak ada kaitannya dengan para penjajah. Bagi mereka, Misi Kristen lebih karena kuasa Al-Kitab, bukan karena kuasa penjajah.
Husain al-Faruq (Ang. Dept. Kajian Strategis PP LIDMI)