Dalam konsep kebangsaan, Taufiq Kiemas, menawarkan 4 pilar bagi bangsa Indonesia. Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal IKA. 4 Pilar tersebut ditawarkannya dalam pidato penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa (Dr. H.C.) ketika menjabat sebaga ketua MPR RI tahun 2013 di Universitas Trisakti Jakarta. Konsep itu pun diterima secara luas oleh masyarakat, dengan diadakannya sosialisasi oleh MPR RI ke berbagai instansi negeri dan pendidikan di Indonesia.
Kita tidak akan membicarakan empat pilar tersebut. Namun kita akan melihat dari sisi yang lain. Bagaimana sebuah negara, bukan hanya dibangun berdasarkan pilar konsep kebangsaan dan kenegaraan. Akan tetapi jauh lebih dari itu, adalah pilar ‘struktur sosial’.
Sebuah bangsa yang kuat adalah bangsa yang memiliki struktur sosial yang kuat. Ide tentang kenegeraan dan kesatuan adalah hal yang sudah membumi di sanubari para rakyatnya. Karena mereka hidup dalam kepemimpinan yang baik dan terdidik secara akademik.
Kita bisa melihat bahwa sebenarnya kuantitas penduduk, serta luas wilayah bukan lagi hal yang mempengaruhi ketahanan nasionalnya. Melainkan kualitas dari penduduk tersebut. Lihatlah negara kita, begitu pula sebagian negara di Afrika yang berpostur penduduk padat, namun rendah dalam pembangunan dan kemajuan. Lihat pula bagaimana negara kecil seperti Singapura dan Inggris yang tidak begitu luas, namun memiliki pengaruh yang cukup signifikan di Eropa dan Asia.
Singapura yang hanya berukuran 704 km2, tidak lebih luas dari Provinsi Kalimantan Timur yang berukuran 718 km2, namun boleh dikata Singapura mampu mengendalikan roda perekonomian Asia Tenggara. Indonesia, justru banyak dibantu permodalan oleh Singapura dalam beberapa proyek infrastruktur. Oleh sebab itu, kita bisa menyimpulkan bahwa kualitas manusia-lah yang menentukan bagaimana luas dan potensi bangsa itu berguna atau tidak.
Hal itulah mungkin yang coba diulas lewat ceramah Dr. Mohammad Natsir di Masjid Negara Kuala Lumpur 30 Juli tahun 1976 tentang ketahanan sebuah negara. Beliau menyebutkan bagaimana pilar yang menopang ketahanan sebuah negara dibangun. Yang menarik adalah beliau tidak mengkaji dari sudut pandang konsep kenegaraan. Akan tetapi dari sudut pandang Hadits Nabi SAW. Dalam ceramah itu, beliau mengutip Hadits,
قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ، فِي ظِلِّهِ، يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ، اْلإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ، اجْتَمَعَا عَلَيْهِ، وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ، وَجَمَالٍ، فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى، حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا، فَفَاضَتْ عَيْنَاه. (صحيح البخاري)
Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah سبحانه وتعالى pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. (1) Pemimpin yang adil, (2) Seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan ibadah kepada Allah سبحانه وتعالى, (3) Seorang yang hatinya selalu terikat pada masjid, (4) Dua orang yang saling mencintai kerana Allah سبحانه وتعالى, berkumpul dan berpisah kerana Allah juga, (5) Seorang lelaki yang di ajak zina oleh wanita yang kaya dan cantik tapi ia menolaknya sambil berkata ‘Aku takut kepada Allah’, (6) Seseorang yang bersedekah dengan menyembuyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya, serta (7) Seorang yang berzikir kepada Allah di kala sendiri hingga meleleh air matanya basah kerana menangis.” (Sahih Bukhari, Hadis No. 620)
Lewat hadits ini, beliau mengutarakan bagaimana sebuah bangsa memiliki kekuatan internal yang beliau istilahkan dengan pilar ketahanan nasional.
Pertama, pilar pemimpin yang adil. Karena menurutnya, keadilan adalah asas dari setiap penyelenggaraan negara yang kuat. Umar bisa merasakan ketenangan istirahat, bernanung di bawah pohon sementara Ia menjabat Khalifah, adalah karena keadilan. Keadilan yang tegak akan melahirkan ketenangan dan kepercayaan rakyat Sehingga akuntabilitas pemerintah dapat dipertangunggjawabkan.
Yang kedua adalah, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah. Pemimpin tidak akan selamanya mendampingi rakyatnya, karena itulah diperlukan generasi yang melanjutkan kepemimpinan. Dan estafet itu ada di tangan pemuda. Kata beliau, “generasi muda yang terpelihara tujuan hidupnya, akhlak budi pekertinya dari segala macam penyelewengan dunia”. Generasi yang memiliki iman yang kuat, adalah gudang tenaga yang positif, yang mampu memikul yang berat, dan menjemput yang jauh.
Yang ketiga adalah, orang yang hatinya selalu terpaut dengan masjid. Ini menunjukkan ada peran masjid sebagai basis pembinaan mental. Masjid berfungsi sebagai tempat yang menempa hubungan jiwa dengan sang Khalik, hubungan ukhuwah-sosial, dan hubungan sesama hamba. Dunia dan ukhrawinya.
Yang keempat, adalah orang yang saling mengasihi karena Allah. Ini menunjukkan terbinanya hubungan yang harmonis diantara masyarakat. Pribadi-pribadi rakyat adalah bersedia menghadapi sakit dan senang, sama-sama rela berkorban dan saling menanggung. Dan itu merupakan modal kunci terjaminnya keamanan sosial. Sehingga masyarakat akan damai dan tenteram.
Yang kelima adalah orang yang berdzikir kepada Allah sendirian, kemudian mengalirlah air matanya. Pribadi-pribadi yang diwaktu sepi dan sunyi di tengah malam, saat semua terlelap, ia bangkit dan mengingat Allah. Beroda untuk kemaslahatan masyarakat.
Yang keenam, seorang lelaki yang digoda oleh wanita yang cantik dan berkedudukan, namun berkata Aku takut kepada Allah Tuhan pemelihara semesta. Masyarakat itu adalah masyarakat yang bersih dari kemaksiatan, kebal dari segala macam tipu daya dan makar untuk meruntuhkan akhlak dan budi pekerti umat. Masyarakat yang memiliki ketangguhan iman. Kekuatan fikrah dan pengetahuan yang mendalam. Sehingga cara-cara kotor, untuk melumpuhkannya dapat diatasinya.
Yang ketujuh, seorang yang besedekah secara sembunyi-sembunyi, sehingga tangan kirinya tidak melihat shadaqah dari tangan kanannya. Seorang hartawan yang dermawan, berkorban namun tidak riya. Diam-diam dan dengan ikhlas. Artinya, satu kelompok masyarakat membutuhkan hadirnya elemen para hartawan yang bisa menimbun jurang antara si Kaya dan si Miskin. Dan ini menunjukkan betapa sisi ekonomi juga diperhatikan dan menjadi tonggak dalam kekuatan dan ketahanan negara. Masyarakat yang bersih dari sifat serakah, tamak dan mementingkan diri dan kekuasaan.
Tujuh elemen ini masing-masing mewakili pemimpin, generasi muda, hartawan dan ekonom, masjid dan ulama. Yang berarti, pilar kekuatan bangsa telah dirumuskan, bagaimana bentuk dan tujuannya. Mereka yang menjadi pilar itu, tidak hanya akan mewujudkan ketahanan nasional. Akan tetapi juga diberi perlindungan di yaumil mahsyar, karena telah menyangga bangsa dan negara dari kedzaliman, kemunkaran, dan kesenjangan sekonomi.
Kesemua pilar itu, mudah-mudahan bisa dirumuskan dalam Musyawarah Kerja Nasional oleh Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia (LIDMI). Acara yang berlangsung di Makassar pada tanggal 7-9 Oktober 2016 tersebut, akan mengumpulkan aktivis-aktivis dakwah di berbagai belahan bumi nusantara. Mudah-mudahan para pengurus bisa membawa angin perubahan. Mewujudkan diri menjadi pilar-pilar ketahanan bangsa yang kuat. Memajukan negara dengan kontribusi dalam Dakwah Kampus. Membentengi umat dari fikrah yang keliru. Serta menjadi pelita yang memandu gerakan dakwah dan kebangkitan islam dari kalangan pemuda. Selamat Bermukernas, LIDMI ! (wallohu a’lam bi ash-showab).