Hari ini, 9 November 2016 akan menjadi catatan sejarah baru dalam episode politik Amerika. Di banyak media massa (online dan pemberitaan TV) telah mengabarkan kemenangan Donald Trump atas pesaing satu-satunya, Hillary Clinton.
Entah kenapa banyak yang menyayangkan hal ini, termasuk di Indonesia. Kenapa? Mungkin menjadi cukup “wajar”, karena melihat dan mendengar kampanye Donald Trump yang rasis. Status embel-embel “Muslim” menjadi musuh besarnya, musuh baru yang akan dia “preteli” ketika menjadi penguasa di negeri “Paman Sam” itu..
Khawatir..? tentu itu adalah respon wajar dan manusiawi..
Namun, sejarah ummat ini telah mengajarkan kita dengan sangat baik. Ummat Islam ini adalah tatanan masyarakat yang telah dan mampu beradaptasi dalam banyak kondisi dan imperium. Terpilihnya Trump akan berdampak secara langsung maupun tidak langsung kepada kelangsungan aktivitas saudara2 kita di Amerika dan tempat lain di dunia ini termasuk (mungkin) Indonesia..
Tapi sepesimis itukah kita…? Tentu tidak. Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mencegah gerakan “subversif” dari rasisme yang usung Donald Trump terhadap Muslim dunia.
“Setinggi-tinggi Ilmu”, Jimat pertama. Ummat kita ini memiliki banyak sekali potensi dan aset dalam membangun kembali peradaban Ilmu dan pengetahuan. Telah banyak sainstis dan akademisi yang kita lahirkan dari rahim pendidikan kita sendiri dan rahim-rahim sekuler. Telah banyak arus gerakan perubahan menuju Islami sains dan pendidikan kita. Dimana-mana begitu banyak sekolah-sekolah berbasis kader yang kita miliki. Sains barat yang sekuler telah dalam proses pematangan untuk kita Islamisasi.
“Semurni-murni Tauhid”, jimat kedua. walaupun menjadi jimat kedua harusnya mantra inilah yang paling pertama. Tauhid yang murni akan membawa generasi ummat kita menemui jalan keluar setelah kita mencoba meraba-raba gelapnya jalan tanpa bimbingan dan Hidayah Allah. Membangun masyarakat dan keluarga untuk menjadikannya gelombang perubahan membutuhkan keyakinan yang kuat, Tauhid yang kuat. Madinah dan Mekkah menjadi kota utama yang mampu menaklukkan Imperium besar saat itu. Kota madinah dulu yang luasnya hanya selebar mesjid Nabawi hari ini (kurang lebih yah..) telah dirubah oleh Rasulullah menjadi pusat Peradaban Islam. Dan dalam sejarah kita tau bersama, ring satu Nabi Shalallahu alaihi wasallam saat itu kebanyakan adalah para pemuda, tapi bukan pemuda biasa. Pemuda dengan perenungan dan implementasi Tauhid yang mungkin tidak akan pernah kita dapati lagi dan kita hanya akan mampu mengatakan “oh, iya ya, dahulu itu ada Generasi Nabi dan Sahabatnya dengan Tauhid yang teruji dan tidak pernah lagi kita mendengarkan kisah pertaruhan Tauhid seperti mereka lagi”
“Sepintar-pintar Siasat”, Jimat ketiga. Dalam pertarungan dan konstelasi kekuatan hari ini, tentunya kita harus menyadari kapasitas dan kapabilitas yang kita miliki. kekuatan aset perubahan yang kita miliki akan menjadi sia-sia jika ummat ini sendiri tak mampu mengelola “siasat” mereka dalam bertarung. Mengetahu “jam berapa sekarang” adalah penting agar bidikan kita pas, kapan harus berlemah lebut, kapan harus melawan atau bahkan kapan kita harus memaafkkan
singkatnya, Trilogi itu berbunyi “Setinggi-tinggi Ilmu, Semurni- murni Tauhid, Sepintar-pintar siasat”
Trilogi inilah yang (menurut saya) saat ini akan membuat dilema besar di persimpangan jalan bagi seluruh rencana “Makar” Donald trump, jika semua opini yang dibangun dan kampanye Donald Trump benar adanya.
Marilah kita membangun optimisme ummat kita bahwa kita memiliki aset yang besar dalam membangun kembali Peradaban besar ummat dan bangsa kita.., Iman dan Hidayah.
Teriring do’a untuk saudara-saudaraku Muslim Amerika dan di Seluruh dunia dari sudut sudut daerah Sulawesi-Selatan, Jeneponto
Afwan. Fotonya kok Hj Agus Salim? Bukan HOS Cokroaminoto? Hehe.
afwan, syukran