Oleh: Hidayatullah Wirasandha*
“Ketika lahir, dia adalah bayi kecil yang lucu dan disenangi semua orang. Tawanya merupakan hiburan bagi yang mendengarnya. Tangisnya adalah tanda bahwa sang bayi kecil butuh perhatian orang tuanya. Dari hari ke hari, sang bayi kecil tersebut tumbuh menjadi anak imut yang membuat gemes siapa pun yang melihatnya. Orang tua si anak memberikan perhatian lebih kepada anak tersebut. Bagi mereka, kebahagiaan anak adalah kebahagiaan orang tua juga. Hingga sang anak mulai besar serta mulai meminta ini dan itu, namun orang tua sang anak tetap bersabar menuruti permintaan sang anak, buah hati tercinta.
Suatu hari, datanglah “dia” pada sang anak, yang membuatnya merasakan fantasi yang luar biasa, kenikmatan yang tidak pernah dirasakan sebelumnya. Namun hal tersebut berlangsung sesaat. “Dia” pergi meninggalkan sang anak setelah memberinya kenikmatan yang luar biasa. Semenjak kepergian “dia”, sang anak ingin merasakan kenikmatan tersebut. Sang anak meminta kepada orang tuanya untuk mencari cara agar bisa bertemu dengan “dia”. Tentu saja orang tuanya memenuhi permintaan sang anak, tanpa mengetahui kenikmatan yang telah didapatkan sang anak.
Sang anak berhasil menemukan “dia” dan mendapatkan lagi kenikmatan tersebut. Namun, lagi-lagi hal tersebut berlangsung sesaat. Sang anak tidak puas. Dia meminta kepada orang tuanya lagi agar bisa bertemu “dia”. Orang tuanya tentu saja mengabulkan permintaan tersebut. Sang anak kembali menemukan “dia” dan kembali merasakan kenikmatan tersebut. Namun, lagi-lagi hal tersebut berlangsung sesaat. Sang anak tidak puas lagi. Dia kembali meminta kepada orang tuanya lagi agar bisa bertemu “dia”.
Begitulah seterusnya, hingga akhirnya “dia” memberikan sesuatu yang membuat sang anak tidak lagi merasakan dunia nyata. Jiwanya berkelana dalam fantasi yang selama ini dia rasakan. Ketika kabar tersebut sampai ke orang tuanya, tahulah mereka bahwa jiwa sang anak sudah tidak bisa kembali lagi. Hancur hati mereka mendapati tubuh sang anak yang “kosong” tanpa jiwa. Mereka tak bisa menyalahkan “dia” karena “dia” menjadi jembatan yang membuat jiwa sang anak melayang. Tinggallah orang tua sang anak dalam penyesalan.”
“Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) yang diperingati setiap tanggal 26 Juni merupakan bentuk keprihatinan dunia terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika yang berdampak buruk terhadap kesehatan, perkembangan sosial ekonomi, serta keamanan dan kedamaian dunia.
Penyalahgunaan narkotika menyebabkan sekitar 190.000 orang di dunia mati sia-sia setiap tahunnya. Narkotika juga secara nyata dapat memicu kejahatan lainnya, seperti pencurian, pemerkosaan, dan pembunuhan. Sementara itu, perdagangan dan peredaran gelap narkotika disinyalir menjadi salah satu sumber pendapatan untuk mendukung operasi tindakan terorisme.
Situasi yang sangat mengkhawatirkan ini menjadi masalah dunia yang sangat mendesak untuk segera diatasi bersama. Di Indonesia, Presiden Joko Widodo telah menyatakan bahwa Indonesia berada pada kondisi Darurat Narkoba. Pernyataan ini tak hanya sekedar slogan semata. Nyata, bahwa Indonesia saat ini bukan sekedar tempat transit, tetapi sudah menjadi pasar narkotika terbesar di Asia.
Lebih daripada itu, penyalahgunaan narkotika di Indonesia telah menjamah hampir seluruh lapisan masyarakat, baik dari segi umur, pendidikan, strata sosial ekonomi, profesi maupun level jabatan, dan bahkan peredaran narkotika telah merata di seluruh wilayah Indonesia.” (http://www.depkes.go.id/article/view/17071400002/hari-anti-narkotika-internasional-hani-2017.html, diakses pada tanggal 19 Juni 2018)
Saudaraku, mungkin Anda bingung mengenai siapa sebenarnya “dia”. Masuk dalam sebuah keluarga, menggoda sang anak dengan kenikmatan yang luar biasa hingga membawa jiwanya tanpa diketahui oleh orang tuanya. Sebagian dari Anda mungkin sudah menebak bahwa “dia” adalah narkoba. Kok bisa narkoba? Dari mana munculnya? Identitasnya dimunculkan pada kutipan artikel di paragraf di atas. Ya, “dia” adalah narkoba.
Kisah di atas adalah ilustrasi mengenai segelintir kasus narkoba di negeri ini. Data yang disebutkan di atas hanya sedikit yang didapatkan karena di luar data tersebut masih banyak lagi kasus yang lainnya, layaknya gunung es. Bayangkan saja, sepanjang tahun 2017, BNN (Badan Narkotika Nasional) telah mengungkap 46.537 kasus narkoba di seluruh wilayah Indonesia (https://www.idntimes.com/news/indonesia/amp/fitang-adhitia/sepanjang-tahun-2017-bnn-ungkap-46537-kasus-narkoba).
Bahkan BNN menyebutkan ada 27,32 persen mahasiswa dan pelajar dari jumlah pengguna narkoba di Indonesia. Hasil itu diperoleh dari penelitian yang dilakukan pihaknya bersama perguruan tinggi pada 2016. (https://tirto.id/27-persen-pengguna-narkoba-di-indonesia-adalah-pelajar-amp-mahasiswa-czi5).
Data Polri dan BNN menyebut ada 26.678 kasus narkoba pada 2010 dan meningkat menjadi 40.897 kasus pada 2016. Kasus terbanyak terkait jenis narkotika. Angka tertingginya pada 2015 (28.588 kasus) atau naik 23,58 persen dibanding tahun sebelumnya (https://tirto.id/anggaran-bnn-meningkat-tersangka-narkoba-pun-meningkat-cty9).
Betapa banyak kasus narkoba di negeri ini, bahkan meningkat setiap tahunnya. Parahnya lagi, pengguna narkoba telah menjangkiti pelajar dan mahasiswa, generasi harapan dan calon intelektual bangsa ini. Tak heran kalau negara ini dinyatakan dalam kondisi darurat narkoba, bahkan mengancam generasi penerus bangsa ini.
Saudaraku, waktunya untuk sadar, entah Anda bukan pengguna narkoba maupun pengguna narkoba. Sadar bahwa masa depan bangsa ini terlebih lagi diri Anda sedang dipertaruhkan. Mau sampai kapan kita semua diam termenung melihat kasus narkoba di negeri ini yang terus meningkat? Kita tidak tahu kapan “dia” datang menawarkan kenikmatan luar biasa tersebut kepada Anda atau keluarga Anda. Tanyakanlah kepada diri Anda mengenai apa yang harus dilakukan dalam hal ini.
Bila Anda bukan pengguna narkoba, maka tugas Anda untuk memperingatkan orang lain akan bahaya narkoba. Tugas ini bukan hanya tugas pemerintah atau aparat negara, tetapi tugas kita semua sebagai warga NKRI. Betapa banyak kasus narkoba di negeri ini, namun hanya sedikit yang peduli dan mau memberi peringatan kepada orang lain.
Bila Anda adalah pengguna narkoba yang kebetulan membaca artikel ini, maka ketahuilah Allah masih menyayangi Anda dan melihat kebaikan pada diri Anda karena Anda masih membaca hingga bagian ini. Berhentilah darinya, wahai Saudaraku. Bersegeralah menuju ampunan Allah yang seluas langit dan bumi. Andai Anda tahu betapa banyak orang yang menginginkan Anda bebas dari jeratan narkoba dan merasa senang jika Anda kembali kepada mereka setelah bebas dari jeratan narkoba. Bahkan Allah merasa senang kepada Anda melebihi rasa senang orang yang kehilangan unta beserta hartanya namun menemukannya kembali di tempat dia meninggalkannya.
Kejahatan dan keburukan akan selalu ada di muka bumi ini, namun tak berarti kita membiarkan hal tersebut atau bahkan ikut di dalamnya. Tetaplah pada jalan kebaikan sesulit apapun itu. Kasus narkoba mungkin akan terus ada bersama dengan kejahatan dan keburukan yang ada, namun tak berarti kita membiarkan hal tersebut terjadi. Tetaplah berusaha untuk mencegah dan memberi peringatan, siapapun Anda, dan jika Anda sudah terlanjur terjerat narkoba, maka berusahalah untuk keluar dan menjauhinya.
Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan rahmat-Nya kepada kita semua. Aamiin.
Rumah Nenek, Sulili Pasar, Pinrang, 19 Juni 2018 M/5 Syawal 1439 H
*Staff Departemen Informasi dan Komunikasi Pimpinan Pusat LIDMI Periode 1439-1441 H/ 2017-2019 M