Disepertiga malam terakhir, dalam suasana malam yang hening, tiba- tiba terdengarlah suara tangisan bayi laki-laki, selang beberapa detik ketika kali pertama menghirup udara dunia. Suara itu, menghasilkan getaran- getaran yang merambat hingga ke telinga para Ibu, yang sedang asyik-asyiknya menyiapkan santapan sahur untuk keluarga tercinta. Ahad, 23 Ramadhan 1414 H, menjadi saksi lahirnya sosok bayi mungil dari keluarga yang sederhana, di sebuah desa kecil, disekelilingnya terdapat hamparan sawah yang menguning siap panen. Rawut wajah penuh haru dan syukur, tergambar jelas dari ekspresi kedua orang tuanya. Hari- harinya, dihabiskan dalam dekapan sang Ibu, memanjakannya, dan memenuhi segala kebutuhannya. Sementara si Ayah, di pagi hari harus berjibaku dengan cangkulnya, meneteskan peluh, tak kenal panas dan hujan, terus berjuang mengais rezeki untuk si buah hati. hingga petang pun tiba, dengan sisa-sisa tenaga yang ada, Si Ayah pun mengayung sepeda buntut yang selama ini menemaninya, tuk kembali ke rumah. Malam- malam yag indah, dilewati dengan bermain, telinga ini pun penuh dengan nyayian khas masa kecil, mulai dari versi Indonesia hingga versi bugis. Ada nyanyian versi bugis yang masih terngiang- ngiang hingga sekarang. Kurang lebih liriknya seperti ini, “aaana’, ooookuuruu kuru sumange’nu anaa, ana burane meemeng itu ana’ku bela” ( anak oh anak, semoga panjang umur, anakku memang lelaki sejati). Kalau lagu versi Indonesia yang paling familiar, “lagu abang tukang bakso”, “balonku ada lima” dan semacamnya.
Hari demi hari terus berganti tanpa terasa umurku pun menginjak usia 5 tahun. Di usia ini, orang tua memutuskan menyekolahkanku di sekolah tingkat dasar. Usia yang terbilang muda, dibandingkan usia anak yang lain yang masuk sekolah tingkat dasar di usia 6 tahun. Di tahun pertamaku di Sekolah, adalah tahun penuh cobaan bagi orang tua. Betapa tidak, hampir setiap hari aktivitasku di kelas bukan belajar tapi menangis dan menangis, maklumlah, anak manja dan setiap kali ditinggal Ibu dalam kelas pasti lansung menangis bahkan sering tidak mau ke sekolah karena takut berpisah. Hingga pada suatu ketika, Ibu mengambil langkah ekstrim, yakni mengancam untuk bunuh diri jika kelakuanku masih seperti itu. Awalnya Aku acuh tak acuh, dan bermasa bodoh, hingga pada suatu ketika, Ibu mengambil secangkir gelas yang didalamnya berisi bekas larutan kopi kental yang berwarna hitam pekat, pikirku itu racun, sontak aku panik dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Sejak peristiwa itu, Aku sudah rajin ke sekolah dan mengikuti pelajaran dengan baik walau tanpa sosok Ibu di sampingku. Sebagaimana anak- anak kampung yang lain, aktivitas setelah sekolah adalah bermain hingga petang. Banyak permainan masa kecil yang sering kugeluti, yang mungkin untuk anak zaman sekarang sudah jarang kita lihat. Diantaranya, ma’baguli (bergulik), main patte- patte (main karet), ma’ppasajang (main layang- layang), main layur- layur, dan tidak ketinggalan ma’ggolo lemo ( main bola dengan jeruk). Walau asyik bermain, Alhamdulillah kesadaran tentang sholat sudah tertanam, untuk itu, disela waktu bermain Aku tetap menyempatkan untuk sholat, hanya saja terkadang sudah masuk waktu injury time, sehingga terkadang dilakukan dengan gerakan cepat dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Didikan orang tua yang keras dan disiplin, juga menjadikanku menjadi anak rumahan, tidak boleh keluar rumah di waktu malam, terkecuali untuk kerja tugas Matematika di rumah sepupu, yang juga satu angkatan, satu kelas dan seumuran.
Memasuki usia 12 tahun, aku melanjutkan jenjang pendidikan di sekolah lanjutan tingkat pertama ( SLTP). Jarak dari rumah ke sekolah cukup jauh sehingga, ke sekolah harus menggunakan mobil pete- pete (angkutan umum). Salah satu hoby ketika naik pete- pete adalah duduk paling pinggir atau senang bergelantung di jok pintu masuk mobil, yah tidak ada maksud lain, Cuma ingin kelihatan macho dan keren aja. Tidak dapat dipungkiri, di fase ini sedikit banyak Aku sudah terpengaruh dengan lingkungan, khususnya dari segi penampilan ramput, segala macam model sudah dicoba, mulai model bela dua, bela samping kanan, bela samping kiri, jambul, hingga model rambut David Bechkam. Untungnya, Aku tidak terpengaruh untuk mengosumsi rokok, sebagaimana teman-teman yang lain. Fase ini juga sudah merebak virus merah jambu or cinta monyet ( cimon), walaupun sempat terkena virus, Alhamdulillah masih bisa dinetralisir dengan kekuatan iman. Meski saat itu, belum ada pengetahuan tentang larangan syari’at dalam hal pacaran, tapi Alhamdulillah Aku termasuk orang yang terloloskan dari perangkap syaitan. tersebut. Di fase tersebut ibadah sholat masih tetap Aku jaga, meski harus diakui sering tidak on time dan bahkan bolong- bolong. Sejak lulus dari TKA- TPA, Aku termasuk orang yang sudah familiar dengan sholat, bahkan uniknya, terkadang Aku menangis dan berontak kalau tidak dibangunkan untuk sholat subuh. Fase ini pula, jiwa kepempinanku juga mulai nampak, Alhamdulillah mulai dari SD- hingga fase ini, masih dipercayakan menjadi wakil dan atau ketua kelas. Prestasi akademik pun tidak mengecawakan masuk peringkat 5 lima besar sudah menjadi hal yang lumrah. Yang paling berkesan kalau hari senin pas pergantian tahun ajaran baru, setelah upacara, ketika pengumaman murid berpretasi, Alhamdulillah dapat uang jajang berkisar 50 ribu hingga 75 ribu. Di fase ini, kontrol orang tua masih terus terjaga. Hal yang aku tidak bisa lupakan adalah kesetiaan Ibu untuk menunggu di pintu gerbang dan tak akan masuk hingga aku kembali dari sekolah. Semoga Allah menjaga mereka, dan mengumpulkan kami bertiga di Surga-Nya.
Fase selanjutanya direntang usia 14- 17 tahun adalah masa- masa putih abu- abu. Konon katanya, ini adalah masa- masa paling indah dalam hidup setiap manusia. Pada masa ini, proses pencarian jati diri benar- banar kulakoni. Layaknya aktor bintang film, terkadang Aku berperan sebagai seorang yang protagonis, terkadang juga berperan sebagai seorang antagonis. Ada kalanya, Aku mencoba mejadi orang yang murah senyum, banyak bicara, dan mudah bergaul, tapi terkadang Aku juga membawa diri menjadi orang yang cuek, angkuh, dan suka nyolot ketika berbicara. Aku dilanda kebingungan, karakter apa yang paling cocok untuk aku perankan. Hingga semua berubah, di saat aku bertemu dengan seorang guru baru. Guruku yang satu ini, adalah seorang laki-laki , dari segi penampilan Beliau terbilang asing dibandingkan penampilan guru yang lain. Celana yang jingkrak, jenggot yang lebat, jidat yang hitam, dan wajah berseri- seri, menjadi ciri khas dari Beliau. Nah, dari beliulah aku mulai kenal dengan istilah “ TARBIYAH”. sebuah kata yang selalu beliau senandungkan, seolah-olah inilah solusi dari semua problematika ummat hari ini. Singkat cerita akhirnya, melalui usaha keras, kami berhasil membentuk kelompok belajar Islam yang diberi nama Study Club Ceria ( Cerdas, beriman, dan berakhlak). Sejak saat itulah rutinitas tarbiyah di sekolahku sudah berjalan, walupun aku terjadang mundur tanpa berita ( muntaber) dari tarbiyah pekanan. Biasalah anak muda…..walupun begitu, Tarbiyah sedikit banyak, telah mengubah pola pikir dan tingkah laku yang selama ini keliru. Sejak saat itu pula, aku mulai mengenal tujuan hidup yang sesungguhnya.
Waktu terus berganti, tahun 2011 akhirnya Aku memasuki dunia kampus. Alhamdulllah Aku lulus di UNM, salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Makassar, dan mengambil jurusan Fisika. Dunia kampus tentu sangat kontras dengan dunia sekolah. Apatahlagi, baru kali ini Aku dituntut untuk hidup mandiri dan jauh dari orang tua. Aktivitas tarbiyah sempat mandeg di semester awal, walau sempat ikut daurah yang dilaksanakan oleh Lembaga Dakwah FMIPA UNM ( SCMM BEM FMIPA UNM), namun saat itu, aku lebih condong untuk mengikuti kegiatan himpunan jurusan, terlebih saat itu aku juga dipilih sebagai ketua tingkat, praktis waktuku lebih banyak disana, ketika waktu jeda perkuliahan. Hingga semua berbalik, ketika aku terlibat dalam kepanitian sebuah perhelatan Akbar bertajuk MIPA SYARIAH EXPO 2012, melalui wasilah itu, Aku akhirnya dengan para Ikhwa, lama bergaul dengan mereka, membuat pola pikir dan penampilanku berubah. Alhamdulillah, akhirnya saat itu Aku sudah mulai menggunakan celana cingkak,ke kampus lebih senang pakai baju koko, sholat lima waktu pun selalu di Masjid, bahkan terkadang perkuliahan dan praktikum, sering aku tinggalkan jika bertepatan dengan waktu sholat. Saat itu, Aku juga semakin mengenal dunia dakwah. Puncaknya, ketika Aku di daulat menjadi ketua Lembaga Dakwah Fakultas SCMM BEM FMIPA UNM ditahun 2014. Kurang lebih, satu tahun merasakan pahit getir perjuangan di lembaga tersebut, membawa pengaruh besar dalam kehidupanku. Banyak hal yang berubah, Aku yang dulu bukanlah yang sekarang. Dulu aku egois, sekarang sudah mencoba untuk berbagi, dulunya otoriter, sekarang mencoba lebih bijak. Aku juga menemukan banyak hal dalam perjalanan dakwah ini, Akhirnya Aku menemukan jati diri yang sesungguhnya, semakin sadar status kita hanya seorang hamba, yang dicipta untuk senantiasa menyembah, beribadah, hanya kepada Allah semata. Mengenal esensi ukhuwah yang sesungguhnya, begitu nikmat takkala berkumpul bersama ikhwa ( saudara seperjuangan), selain itu perjalanan dakwah mengantarkanku menemukan dan mengenal “CINTA”, yah CINTA HAQIQI, itu dia!. Satu tahun berikutnya, kirir dakwah semakin melonjak, ketika Allah kembali menakdirkanku menahkodai Lembaga Dakwah Kampus UNM ( FSI RI UNM), sejak saat itu, sebagian besar waktu kuhabiskan dalam dakwah, beralih dari agenda dakwah yang satu ke agenda dakwah yang lain, dari satu majelis musyawarah ke majelis musyawarah yang lain. Terkadang rasa lelah, jenuh dan bosan pun menghinggapi, namun di sisi lain, Aku juga bersyukur karena masih berlelah- lelah dalam dakwah, karena Aku sadar diluar sana ahlulmaksiat juga berlelah- lelah dalam kemaksiatannya. Banyak terlibat dalam agenda dawkah, membuatku mengenal lebih dekat ORMAS WAHDAH ISLAMIYAH. Dari para adzatidzah WI, aku menimba Ilmu dalam halaqah tarbiyah dan majelis ta’lim. Setelah menyelesaikan amanah di kampus, Aku kini banyak terlibat dalam agenda dakwah DPD WI Makassar, terlebih sekarang, kembali dipecayakan menjadi ketua unit kampus Departemen Kaderisasi DPD WI Makassar. Dan akhirnya kukatakan dengan Indah, “AKU BANGGA MENJADI BAGIAN DARI MEREKA”. Kuberharap dakwah dan perjuangan ini menjadi “DESTINASI TERAKHIRKU”, sebagai lahan tempatku berpijak tuk menanam benih- benih kebaikan di dunia, dengan sejuta harapan suatu hari kelak kuakan memetik buah perjuangan itu di Surga-Nya, biiznillah ta’ala.
Cerita di atas bukan fiktif belaka, jika ada kesamaan nama, watak, dan tokoh mohon dipercaya karena begitulah adanya. Salam Ukhuwah, Perjuangan, dan Cinta
berakhir di Desa lahirku tempat kumulai menaui mimpi
Sabtu, 26 maret 2016, pukul 06.42 WITA
Akhukum Abu Muhammad Alwi ( Ketua LIDMI Makassar)