Sebagai mahluk sosial, manusia tidak bisa hidup sendiri karena manusia memiliki naluri saling membutuhan. Oleh karena itu, manusia membutuhkan interaksi dalam sebuah komunitas atau organisasi. Pada zaman ini, manusia telah terkondisikan untuk berorganisasi baik secara formal maupun informal. Setiap lini kehidupan kita telah terformat dalam bentuk organisasi, mulai dari lingkup komunitas masyarakat hingga berbentuk negara. Motivasi seseorang dalam berorganisasi beraneka ragam. Ada yang masuk organisasi dengan tujuan untuk mencari teman baru, ada juga yang memilih berorganisasi dengan tujuan untuk menghilangkan kesepian, dan ada yang berorganisasi dengan tujuan untuk mendapatkan status yang tinggi atau ingin terkenal. Begitu bermacam-macam alasan seseorang berorganisasi. Berorganisasi dapat menjadi wadah yang dapat membantu seseorang bisa sukses, coba kita melihat tokoh-tokoh berpengaruh di dunia, mereka bisa mendapatkan kesuksesan karena kemampuan mereka diasah saat mereka berorganisasi. Pada dasarnya berorganisasi itu adalah proses mengembangkan kemampuan diri untuk mencapai tujuan yang diinginkan Bukan hanya urusan dunia saja yang harus diatur dengan rapi dalam bentuk organisasi, tetapi urusan akhirat pun butuh pengaturan. Diantara urusan akhirat yang butuh pengaturan yaitu dakwah. Sebagaimana dalam Al Qur’an Allah subnahana wa ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam
barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun
kokoh” (QS. Ash Shaff: 4)
Ayat ini menunjukkan bahwa dalam berjuang untuk menegakkan kalimat Allah dibutuhkan sebuah penataan, pengelolaan dan pengaturan (tahdzim). Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah mencintai seseorang yang berjuang menolong agama-Nya dengan pengaturan yang rapi. Oleh karena itu, dakwah harus diusung dengan menggunakan wasilah organisai karena merupakan bentuk saling tolong-menolong dalam kebaikan. Sebagaimana Allah ta’ala berfirman:
“tolong-menolonglah dalam kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong
dalam dosa dan permusuhan” (QS. Al Maidah: 2).
Selain itu, yang perlu dipahami bahwa organisasi hanya merupakan wasilah (sarana) bukan ghaayah (tujuan). Sebagaimana firman Allah :
“Hai orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang
mendekatkan diri (wasilah) kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya
kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maidah: 35).
Dalam maktabah syamilah, wasilah secara etimologi berasal dari huruf wa, sin, lam yang bermakna ar-roghbatu wa at-tholab (keinginan dan permohonan). Adapun secara terminologi, para ulama hampir sepakat bahwa makna al wasilah adalah maa yutaqarrabu bihi ila al ghair (sesuatu yang dijadikan sarana untuk mendekatkan kepada yang lain). Jadi yang dimaksud dengan wasilah dakwah yaitu sesuatu yng dijadikan oleh seorang dai untuk menyampaikan dakwahnya.
Menurut Asy-Syaikh Dr. Said bin Ali al-Qahthany hafidzahullah, wasilah dakwah dapat berupa perkataan, perbuatan dan akhlak seorang dai yang bisa menjadi qudwah bagi yang lainnya, hingga sanggup menarik orang lain kepada Islam. Intinya, wasilah dakwah itu dibangun atas ijtihad untuk mewujudkan tujuan dakwah dengan syarat tidak bertentangan dengan pokok-pokok dan kaidah dalam syariat. Fadhilatus Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, “Apakah wasilah dakwah ilallah tergolong tauqifiyyah, dalam arti bahwa dalam berdakwah tidak boleh menggunakan sarana-sarana modern hari ini seperti media-media massa dan selainnya, dan kita hanya boleh melakukan wasilah-wasilah di masa Rasulullah shallalahu alaihi wasallam? Beliau rahimahullah menjawab: “Yang utama, wajib diketahui sebuah kaidah, al-wasaail laha ahkaam al maqashid (wasilah itu baginya hukum tujuannya) selama wasilah tersebut bukan sesuatu yang diharamkan. Sebab jika wasilah tersebut yang diharamkan maka tidak ada kebaikan padanya. Adapun jika wasilah tersebut tergolong perkara yang mubah dan dapat mereleasisasikan tujuan maka tidak mengapa. Terkadang kami memandang hal ini tergolong wasilah namun selain kami menganggap bahwa ia bukan wasilah. Oleh karena itu, hendaknya dalam dakwah itu menggunakan wasilah yang manusia sepakat diatasnya agar tidak merusak dakwahnya lantaran terdapat perbedaan dikalangan manusia (Fatawa Islamiyah, IV, 372)…. Bersambung
Penulis : Syamsir Abu Kholid (Ketua LDK MPM UNHAS 2013-2014)
MasyAllah, sungguh di zaman skrng tanpa wasilah mngkin akan agak sulit dakwah bisa tegak ba’dallahi ta’ala
barakallah
Wa Fiika Barakallah…