Orang-orang cerdas di dunia ini tidak banyak. Mereka adalah orang-orang yang paling mengerti akan tujuan hidupnya. Karenanya mereka sibuk mempersiapkan diri. Tidak ada orang yang mau ‘buru-buru’ mati. Melangkahkan tekad di medan jihad tidak berarti kita sedang mempercepat kematian. Sebagaimana berdiam diri tidak ikut berjihad sama sekali tidak akan memperlambat kematian.
Setiap kita adalah proses. Proses menuju waktunya masing-masing. Maka beruntunglah orang-orang yang selalu mempersiapkan kematiannya. Kematian yang datang tiba-tiba. Karena bersahabat dengan kematian adalah cara terbaik untuk tidak jatuh cinta pada dunia.
“Pekerjaan kita seharusnya menjadi jeda waktu menunggu shalat ke shalat berikutnya.” Realitanya, kebanyakan manusia menjadikan shalat sebagai jeda diantara pekerjaan. Saking sibuknya mencari rezki hingga lupa shalat. Padahal dari shalatlah –pintu keberkahan rezki dibuka.
Sebab mereka tidak memandang kehidupan ini berkesudahan.
Apa yang kita lihat berkesinambungan pada hakekatnya akan segera berakhir. Akan segera menemui titik ujungnya. Sadar atau tidak, sebagian besar hidup kita dihabiskan berdiri mengantri takdirnya.
Jika kita memandang segala sesuatu berkesudahan, kita akan sangat memperhatikan akhir dari setiap cerita kehidupan. “Sesungguhnya amalan itu bergantung dari akhirnya.” Hampir setiap hari kita selalu melihat kesudahan orang-orang sekitar kita. Namun adakah kita telah mengambil manfaat dari kesudahan setiap mereka?
Segalanya sangat ditentukan dari kesudahan akhirnya. Bagaimana kita menutup menyudahinya. Jika kita melihat kesudahan dari setiap amalan adalah ganjaran kebaikan, kita tentu akan sangat bersemangat beramal. Begitupun kala kita memperhatikan kesudahan dari setiap dosa menjadikan keburukan. Kita akan lebih memilih bersabar dan tidak akan mau terjatuh pada kesalahan yang sama. Dan jika kita melihat kesudahan dari dunia, tentu kita akan sangat berhati-hati menjalaninya. Sebab tidak akan ada kesempatan kedua untuk kembali beramal.
“Sesungguhnya kenikmatan bermaksiat sementara, akan segera hilang. Tinggallah azab dosanya kelak. Dan sesungguhnya rintangan beribadah juga tidak lama, akan pergi. Tinggallah balasan pahalanya kelak”
Jika kita benar-benar melihat segala kesudahan hidup ini, kita akan lebih sibuk mempersiapkan bekal akhirat daripada mengumpulkan hari pensiun. Pe–mandangan berkesudahan akan mengajarkan pada kita bagaimana bersabar, menahan hawa nafsu, tidak tergesa-gesa, memanfaatkan kesempatan dan lebih berhati-hati dalam setiap keputusan hidup. Jadi apa yang telah kita persiapkan (se)telah ini?
Penulis : Muhammad Scilta Riska (Ang. Dept. HUMAS PP LIDMI)
Kirain orang cerdasnya tadi yang di foto, sip. Memang benar ini!