Santan, yah kata yang tidak asing lagi di telinga kita. Bahan pemanis yang terbuat dari bahan baku kelapa yang membuat makanan semakin nikmat dan gurih. Tahukah kita, sebelum santan menjadi santan, ternyata si “santan”’ sharus melewati proses yang panjang dan berliku serta perlakuan yang terkesan kasar dari manusia. Diawali ketika kelapa dijatuhkan dari pohonnya dari ketinggian rata-rata sekitar 15 meter dari permukaan tanah, sehingga terjadi benturan keras antara kelapa dengan tanah dan mungkin tanah itu berbatu hingga kulit kelapa yang halus itu pun harus lecet karena benturan tersebut. Tidak hanya sampai disitu, kelapa kemudian dikuliti dengan menggunakan benda tajam (parang), setelah itu permukaan bagian dalam (serabut) ditarik dengan keras, bersamaan dengan bagian luar (kulit) hingga terpisah dengan batok atau tempurungnya. Setelah itu tempurung kelapa yang memiliki struktur yang keras, juga berusaha dipisahkan dengan dagingnya, setelah tempurung telah berpisah dengan daging, maka giliran daging kelapa yang kemudian dikuliti hingga permukaan bagian dalam yang berrwarnah putih kelihatan, setelah itu daging kelapa di“ mutilasi “ atau dipotong- potong menjadi beberapa bagian. Tidak berhenti sampai disitu, daging kelapa yang sudah dipotong- potong kemudian diparut dengan benda yang tajam dan kasar, atau diremuk dengan menggunakan mesin. Setelah itu dia dibiarkan begitu saja terapung dalam air, kemudian diperas dengan sekencang-kencangnya hingga kemudian menjadi cairan putih kental yang manis dan gurih yang kemudian dikenal dengan nama santan.
Mari belajar dari santan!. Sebagaimana santan, begitupun dengan dakwah. Orang- orang yang tergabung dalam kafilah dakwah harus bersiap dengan tempaan fisik maupun mental, sebagai konsekuensi dari sebuah proses perjuangan. Proses yang akan mengukir sebuah kisah penuh makna dibalik peristiwa yang penuh derai air mata, lelah, peluh, tangis, sakit hati, cinta, senyum, dan bahagia. Sebuah proses, yang menjadikan setiap insan semakin mengenal eksistensi diri dan tujuan hidupnya, Proses yang akan membentuk karakter pejuang yang bermental baja, tetap tegar, bersabar, dan pantang menyerah dengan segala kondisi sulit yang dialaminya. Proses yang akan mengantarakan manusia memandang wajah Rabb nya dengan ridho dan kasih sayang-Nya. Telah menjadi aksioma dalam perjuangan ini. Bahwasanya, hidup ini adalah perjuangan, dan setiap perjuangan butuh pengorbanan. Begitupun dakwah ini butuh pengorbanan dan perjuangan. Ya akhi, tugas kita mengingatkan dan menyampaikan setelah itu tugas selanjutnya bersabar atas segala ganguan yang ada. Perbedaan pendapat, ketersinggungan, sakit hati, lelah, dan semisalnya adalah hal yang wajar,dan sunnguh tidak pantas hanya karena hal tersebut diatas kita lebih memilih untuk mundur dari perjungan ini. Sungguh, cita-cita kita terlalu mulia untuk dikalahkan dengan hal-hal yang demikian. Allah Azzawajall menyeru kita untuk bersabar dalam firman- Nya
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung.” (T.Q.S AL-‘Imraan:200)
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.” (T.Q.S Al-Kahfi:28)
Semoga Aku dan dirimu, dapot merarasakan buah manis dari proses perjungan dakwah ini di Surga-Nya kelak insya Allah, semanis santan karena dari segala proses yang dialaminya…
Berakhir, di rumah penuh Inspirasi
Jln. Cendrawasih-Makassar
Pukul 01.31 dini hari WITA
Akhukum, Abu Muhammad ( Ketua LIDMI Makassar)