Cinta adalah sebuah kata yang indah, yang mengandung sejuta makna. Seuntai kata yang senantiasa terbetik dari lubuk hati setiap Insan. Cinta tidak bisa dipandang secara kasat mata,namun bisa dirasa. Orang yang dibuainya, akan melakukan segalanya demi untuk sesuatu yang dicantainya. Namun sungguh sayang, cinta yang suci itu banyak yang berujung derita, kecewa dan derai air mata. Bukan salah cinta, namun mereka yang salah menafsirkan serta menempatkan cinta pada pada tempat yang semestinya. Membagun cinta di atas pondasi yang rapuh. Mereka- mereka itulah yang cintai mencintai bukan karena Allah namun hanya karena nafsu dan tendensi dunia semata. Waliyadzubillah
Dalam sebuah hadits yang shahih, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan ‘Arsy Allah Ta’ala dimana tidak ada naungan kecuali hanya naungan Allah Ta’ala.”. salah satunya diantaranya adalah “. Dua orang yang saling mencintai karena Allah Ta’ala. Mereka berkumpul karena Allah dan mereka pun berpisah juga karena Allah Ta’ala.
Ada tiga tingkatan cinta yang penting untuk kita ketahui, tiga tingkatan cinta yang kita istilahkan dengan Trilogi Cinta Sejati. Tiga tingkatan cinta tersebut diantaranya, cinta kepada Allah, cinta kepada Rasulullah, cinta kepada makhluk Allah yang lainnya.
- Cinta kepada Allah
Cinta ( mahabbah) kepada Allah adalah merupakan puncak cinta, tidak ada lagi cinta yang lebih tinggi diatas cinta kepada Allah Azzawajall. Bahkan, segala bentuk perasaan cinta harus berlandaskan kecintaan kepada-Nya. Cinta atau mahabbah adalah merupakan bagian dari tauhid. Orang yang telah mengikrarkan kalimat lailaha illallah, maka salah satu konsekwesnsi dari kalimat itu adalah cinta ( mahabbah). Ketika mengucapkan kalimat tersebut, maka tidak ada lagi yang lebih kita cintai dari pada Allah. Kecintaan itu mengharuskan kita untuk mencintai apa yang dicintai oleh Allah, serta kecintaan itu pula sehingga mengharuskan kita untuk membenci apa yang dibenci oleh Allah Azzawajall. Begitulah para salafussholeh, generasi terbaik ummat ini. Mereka, begitu paham dengan hakikat cinta (mahabba) tersebut. Hingga mereka rela mengorbankan segalanya sebagai bukti kecintaannya kepada Allah Subhanawata’ala. Sebagimana kisah dari seorang sahabat yang mulia Handzolah. Seorang sahabat yang mulia yang rela meninggalkan kenikmatan untuk bercengkrama bersama istrinya di malam pertama perkawinan mereka untuk memenuhi seruan jihad. Bahkan, sahabat yang mulia ini tidak sempat lagi untuk mandi janabah, kemudian bergabung bersama pasukan kaum muslimin untuk berjihad di jalan Allah, dan akhirnya menemukan syahidnya di medan pertempuran tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mempersaksikan turunnya para malaikat untuk memandikan lansung jenasah sahabat yang satu ini. Rasulullah pun memberitakan kabar tersebut kepada para sahabat yang lain. Lihatlah, saudara kalian dimandikan oleh para malaikat dan cucucran- cucuran air mengalir pada tubuh beliau. Kisah yang lain, adalah seorang sahabat yang telah mengidamkan- idamkan untuk menyempurnakan separuh agamanya. Perjungan yang tidak mudah untuk menemukan pasangan hidupnya. Sedikit tentang fisik sahabat tersebut. Sahabat yang satu ini, memilki kulit hitam pekat, pendek dan badannya tidak tegak sempurna (bungkuk), beliau juga miskin. Kondisi seperti itu, membuatnya sulit untuk diterima lamarannya. Hingga suatu ketika, Beliau datang menghadap ke baginda Rasulullah, dan mengadu segala permasalahan yang telah dialaminya. Maka, Rasulullah pun memberikan rekomendasi untuk menemui suatu keluarga yang mana keluarga tersebut memiliki seorang anak gadis. Awal kali, sahabat ini datang, kerumah keluarga tersebut, orang tua dari gadis itu begitu kegirangan karena menyangka, yang hendak melamar anak gadisnya adalah Rasulullah. Namun setelah orang tua dari gadis tersebut mengetahui ternyata yang hendak melamar adalah sahabat tersebut maka diapun menolak, hingga gadis yang sholehah itu pun meyakinkan orang tuanya bahwasanya apa yang ditetapkan oleh Rasulullah, itulah yang terbaik, dan gadis ini pun menerima sahabat tersebut apa adanya. Masya Allah, masih adakah sosok gadis yang sepertinya di zaman sekarang ini ? yang tolak ukur utamanya adalah keimanan bukan semata wajah yang tampan nan rupawan ?. Namun pada saat itu, seruan jihad perang uhud menggema hingga terdengar di telinga Beliau yang ketika itu sedang berada di pasar untuk membeli mahar untuk pernikahannya. Pernikahan yang sudah sejak lama dia impikan dan perjuangkan. Mendengar itu, terjadi pergolakan dalam dirinya, antara menikah atau ikut peperangan. Maka karena sahabat ini sangat mengetahui hakikat cinta seseungguhnya, kecintaannya kepada Allah terlampau lebih besar, dibandingkan keinginannya untuk menikah, maka sahabat ini pun memutuskan untuk bergabung bersama pasukan uhud, dan uang untuk membeli mahar untuk pernikahannya diganti dengan membeli sebilah pedang untuk digunakan di medan pertempuran. Akhirnya beliau meninggal dan mati syahid. Jenasahnya berada ditengah- tengah tujuh orang kaum musyrikin.
Itulah dua kisah, sebagai bukti cinta yang tulus kepada Allah, mengorbankan segalanya demi meraih cinta yang hakiki yakni cinta Allah Subhana wata’ala.
- Cinta kepada Rasulullah
Tingkatan cinta selanjutnya adalah cinta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Kecintaan kita kepada Rasulullah harus melebihi kecintaan kita kepada keluarga kita bahkan diri kita sendiri. Kecintaan kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi tolak ukur dari keimananan seseorang. Dalam sebuah hadits diriwayatkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “ tidaklah beriman salah seorang diantara kalian hingga dia menjadikan aku sebagai seorang yang lebih ia cintai dari pada orang tuanya, anaknya, dan manusia seluruhnya (H.R Bukhori). Pada suatu kesempatan ada dialog yang menarik antara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan Umar bin khattab. “ Abu Aqil berkata bahwa kakeknya pernah berkata : suatu saat aku bersama Rasulullah dan Ia memegang tangan Umar Bin Khattab Radiallahu’anhu. Lalu umar berkata : “ Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih aku cintai dari siapapun kecuali diriku. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “ Tidak ( wahai Umar, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sampai Aku juga menjadi orang yang lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri. Umar berkata, sesungguhnya sekarang ini, demi Allah engkau benar- benar aku cintai dari pada diriku sendir. Rasulullah pun bersabda sekarang wahai Umar. (H.R Ahmad).
Salah satu bukti cinta kepada Rasulullah adalah dengan menjalankan menghidupkan Sunnah- sunnah beliau berpetegung teguh diatasnya. Keutamaan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam Allah gambarkan di dalam surah QS al-Ahzaab ayat 21, Allah Azzawajall berfirman
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS al-Ahzaab:21).
Ini menunjukkan bahwa orang yang meneladani sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti dia telah menempuh ash-shirathal mustaqim (jalan yang lurus) yang akan membawanya mendapatkan kemuliaan dan rahmat AllahTa’ala
Di dalam hadits al-Irbadh bin Saariyah. Di dalamnya disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda, “Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang diberi nanti, akan melihat banyak perselisihan. Maka hendaklah kalian berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah Khulafa Rasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah ia erat-erat dan gigitlah dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Dawud: 4607)
Sebuah kutamaan yang besar ketika kita berpengang teguh di atas sunnah Rasulullah Shallahu’alaihi wasallam di zaman keterasingan seperti saat ini. Ketika kebanyakan orang meninggalkan Sunnah, bahkan tidak jarang ada diantara kelompok manusia yang bahkan mencela dan menghina sunnah yang mulia. Mereka mengatakan berjenggot mirip kamping, celana jingkrak katanya kebanjiran, cadar budaya arab, dan semacamnya.
Syaikh Muhammad bih Shaleh al-‘Utsaimin –rahimahullah– berkata, “Sesungguhnya sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika semakin dilupakan, maka (keutamaan) mengamalkannya pun semakin kuat (besar), karena (orang yang mengamalkannya) akan mendapatkan keutamaan mengamalkan (sunnah itu sendiri) dan (keutamaan) menyebarkan (menghidupkan) sunnah di kalangan manusia.
- cinta kepada makhluk Allah ( orang tua, anak-anak, istri, dan kaum muslimin seluruhnya)
Inilah tingkatan cinta ketiga, setelah cinta kepada Allah dan cinta kepada Rasulullah. Agama Islam adalah agama yang penuh dengan cinta dan kasih sayang. Agama islam senantiasa menjunjung tinggi nilai- nilai ukhuwah. Islam mengajarkan kita untuk senatiasa berbakti kepada orang tua, mengajarkan kita untuk berlaku adil kepada Istri dan anak- anak kita, serta mengajarakn kita untuk berkasih sayang antara sesame kaum muslimin.Istri, anak- anak, keluarga kita sejatinya adalah perhiasan- perhiasan dunia. Kecintaan kita kepada mereka harus didasari atas kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Fenomena hari ini begitu banyak orang yang telah dilalaikan oleh perhaisan dunianya sendiri. Begitu banyak orang yang meninggalkan sholat dengan alasan sibuk mencari nafka untuk istri dan anaknya di rumah. Menyombongkan diri dengan anak dan keturunan yang mereka milki. Serta mereka meninggalkan jihad di jalan Allah. Maka dari itu, dalam Al Qur’an telah memperingatkan kita dalam firman-Nya. Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (At Taubah ayat 24)
Maka dari itu, marilah kita mencintai mereka berlandaskan kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah penjelasan singkat mengenai tingkatan- tingkatan cinta, yakni cinta kepada Allah, cinta kepada Rasulullah dan cinta kepada Makhluk Allah yang lainnya.
Wallahu’alam Bissawab (Abu Muhammad)