Semangat, itu yang selalu kita gelorakan. Pengorbanan, perjuangan, untuk umat dan agama.
Tapi Cukupkah Semangat ?. Bisakah hanya bermodal semangat struktur sosial islam kembali dibangun?.
Tidak cukup.
Dakwah adalah seni. Ia butuh kecerdasan dan rasa estetika yang tinggi. Butuh paduan nalar dan intuisi untuk mendesain kerangka gerakannya. Disana ada timing, konsistensi dan integritas.
Membangun Dakwah berarti membangun kapasistas dalam kerja yang padat, berat dan terencana. Mendisiplinkan diri dalam setiap agenda. Mendisiplinkan jiwa, akal dan raga. Menepati janji, menunaikan amanah, tanpa banyak berapologi.
Dakwah yang serampangan, hanya berdasar semangat yang besar tanpa dibarengi irama yang tempo bermain akan berhenti di tengah jalan.
Sebab dakwah butuh nafas panjang. Pertarungan kita, bukan hitungan ronde, jarak atau waktu. Pertarungan kita akan menghabiskan berkurun-kurun generasi. Karena itu, kita butuh strategi mengatur nafas dan ritme peperangan.
Sebab Perang bukan asal tebas, asal tembak atau asal serang. Ia butuh perenungan bersama kesigapan. Kesabaran dan Kecekatan. Kekuatan dan Kecepatan, secara bersama-sama.
Berhentilah membakar semangat. Saatnya mengaktualkan aksi. Berhentilah beropini, saatnya bekerja. Berhentilah berwacana. Saatnya Bersegara Beramal.
Baadiruu bi al-a’maal as-shalih…
Membangun Gerakan yang Besar harus membangun dari Bawah. Fundamen yang harus kuat. Tiang pancang yang dalam, dan mixing semen yang seimbang. Semua punya takaran, ukuran dan timbangan. Terencana dan trstruktur dengan jelas dan rapi.
Seban Dakwah Bukan pesanan. Kerja yang terus menerus, yabg diarahkan pada target tamkin dan falah…
Akhukum fillah…
Bogor, 11 Maret 2016, Pukuk. 22.31 WIB
(SH)